Dark/Light Mode

Pro Kontra Pasal Karet Kuhp (8) Ajak Lawan Penguasa Diancam 4 Tahun Bui

Wakil Ketua MPR RI, JAZILUL FAWAID Tak Dimaksudkan Membunuh Kritik

Minggu, 18 Desember 2022 06:55 WIB
Anggota Komisi III DPR, Jazilul Fawaid. (Foto: Instagram @jazilulfawaid_real).
Anggota Komisi III DPR, Jazilul Fawaid. (Foto: Instagram @jazilulfawaid_real).

RM.id  Rakyat Merdeka - Masalah demokrasi, kembali jadi poin krusial yang jadi sorotan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Kali ini, soal ajakan lawan penguasa baik di muka umum atau melalui media sosial yang diancam 4 tahun bui. Aturan ini dianggap pasal karet yang bisa dipakai untuk mengkriminalisasi pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

Ada 2 pasal yang mengatur soal ancaman bagi pihak yang mengajak untuk melawan penguasa. Pertama, Pasal 246 KUHP yang berisi soal ancaman bagi setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan: menghasut orang untuk melakukan tindak pidana, atau menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan bakal dipidana penjara selama 4 tahun.

Kedua, pasal 247 KUHP. Isinya, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.

Baca juga : Mantan Komisioner Komnas HAM, NATALIUS PIGAI Kebebasan Sipil Dikerangkeng

Eks Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menganggap kedua pasal di KUHP itu membuat demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Dia meminta, pasal-pasal tersebut segera dicabut. Namun, anggota Komisi III DPR, Jazilul Fawaid menepis kekhawatiran soal Pasal 246 dan 247 KUHP. Berikut wawancara dengan 2 tokoh tersebut:

Pasal 246 dan 247 berpotensi jadi pasal karet. Tanggapan Anda?

Tidak begitu cara pandangnya. Penghasutan bukan hanya kepada lembaga negara, pada orang lain juga tidak diperbolehkan. Ini juga bukan berarti membunuh kritik. Silakan kritik. Yang tidak diperbolehkan itu menghina, menjelek-jelekkan lembaga negara, atau presiden dan wapres. Itu pun deliknya aduan.

Baca juga : Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Semua Masih Asumsi

Pasal ini sesungguhnya tidak dalam kerangka menutup keran kritik. Namun, ini memberikan kepastian pada masyarakat bahwa kritik ini harus didasarkan pada fakta, bukan penghinaan, penghasutan. Karena rawan sekali. Fitnah dampaknya luar biasa.

Dalam aksi unjuk rasa, bukankah hal lumrah di dalamnya berisi ajakan melawan kebijakan pemerintah yang dianggap salah. Bagaimana ini?

Kerangkanya begini. Dalam UUD 1945, setiap warga negara punya hak, pendapat kritik, itu tidak dilarang. Demo silakan. Yang diatur di sini adalah soal kalau ada unsur fitnah, penghasutan. Saya pikir itu masuk akal.

Baca juga : Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya, Jangan Sampai Kembali Ke Orba

Misal ya. Menghasut Pemerintah, itu boleh. Itu kaya apa negara itu. Sebab itu, kritik pedas, kritik keras, akan dibuktikan di pengadilan. Tidak boleh menghasut. Kalau Pemerintah boleh dihasut. Akan kaya apa. Tentu stabilitas tidak terjadi. Padahal Pemeritnah yang penting stabil. Masyarakat aman, tertib.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.