Dark/Light Mode

Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1

Setnov Bantah Terima Fee Rp 85,82 M Dari Kotjo

Senin, 12 Agustus 2019 18:35 WIB
Setya Novanto alias Setniv, bersaksi untuk terdakwa Sofyan Basir dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/8). (Foto: Oktavian Surya Dewangga/Rakyat Merdeka)
Setya Novanto alias Setniv, bersaksi untuk terdakwa Sofyan Basir dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/8). (Foto: Oktavian Surya Dewangga/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov mengklaim tidak pernah menerima imbalan sebesar 6 juta dolar AS atau lebih dari Rp 80 miliar, dari terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

Hal itu disampaikan Setnov dalam sidang lanjutan kasus suap proyek PLTU Riau-1, dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Ini diawali ketika kuasa hukum Sofyan Basir, Soesilo Ariwibowo bertanya apakah terpidana kasus korupsi proyek e-KTP itu mengetahui surat dakwaan kliennya, yang menyebut adanya pertemuan di kediamannya serta pemberian fee sebesar 6 juta dolar AS.

Setnov pun membantahnya. "Pertama, saya juga baru tahu dari dakwaan yang disampaikan. Kedua, kalau pemberian fee itu dasar uangnya dari mana? Saya sendiri uang dari mana? Saya tidak tahu juga proyek itu nilainya berapa, karena nggak pernah menyampaikan kepada saya. Karena waktu itu, saya kena proses E-KTP dan ini (PLTU Riau-I) mulai menjauh dari saya juga," kata Setnov di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).

Setnov juga mengaku tak tahu adanya pemberian fee dari Johannes Kotjo kepada Eni Maulani Saragih, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR yang membidangi energi. Eks Ketum Golkar itu bilang, Kotjo tak pernah bercerita kepada dirinya soal imbalan tersebut.

Baca juga : Geledah Ruang Sekda Jabar, KPK Sita Dokumen RDTR

"Apakah ketika itu saudara tahu akan ada pemberian janji atau fee dari Kotjo ke Eni?" tanya Soesilo. "Kotjo nggak pernah cerita. Belakangan, setelah ramai di media, saya baru tahu Kotjo dekat dengan Eni," jawab Setnov.

Nama Setnov kembali muncul‎ dalam dakwaan Sofyan Basir. Ia diduga ikut berperan mempertemukan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo dengan Sofyan Basir.

Selain itu, dalam dakwaan Sofyan Basir, Setnov disebut juga dijanjikan commitment fee sebesar 24 persen dari 2,5 persen nilai proyek PLTU Riau-1 atau senilai 6 juta dolar AS.

Dalam perkara ini, Sofyan Basir didakwa telah memberikan fasilitas demi memuluskan suap PLTU Riau-1. Dia berperan mempertemukan sejumlah pihak PLN dengan Eni Saragih dan Kotjo untuk memuluskan proyek invenstasi senilai 900 juta dolar AS tersebut.

Baca juga : Anggota DPR Akui Terima Duit Dari Anggoro Widjojo

Dalam sejumlah pertemuan dengan Eni dan Kotjo, serta Idrus Marham, dan Setya Novanto, Sofyan Basir disebut sering mengajak Supangkat Iwan Santoso

. Jaksa menuduh Sofyan memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan dengan memfasilitasi Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Eni Maulani Saragih; mantan Menteri Sosial, Idrus Marham dan Johanes Budisutrisno Kotjo dengan jajaran direksi PT PLN.

Hal itu terkait kesepakatan kontrak proyek IPP Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Mulut Tambang (PLTU MP) Riau -1 antara antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan Blackgold Natural Recourses Limited, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).

Padahal menurut Jaksa, Sofyan sudah mengetahui bahwa Eni dan Idrus akan mendapatkan sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Sehingga, Eni menerima hadiah berupa uang secara bertahap, yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 miliar.

Baca juga : Kasus Suap Perkara Penipuan, KPK Masih Periksa Aspidum Kejati DKI

Atas perbuatannya, Sofyan didakwa melakukan pidana Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15 jo. Pasal 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.