Dark/Light Mode

Revisi UU KPK Harus Transparan, Jangan Sampai Ditunggangi Koruptor

Selasa, 10 September 2019 16:38 WIB
Gedung KPK/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Gedung KPK/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar hukum pidana, Chairul Huda, menganggap, revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK suatu kebutuhan. Sebab, selama ini KPK terkadang suka membuat aturan sendiri.

“KPK perlu dong ada yang dibenahi. Jangan KPK itu seperti lembaga tinggi negara. Ini perlu ada hal-hal yang diatur ulang supaya semua bisa dipertanggungjawabkan,” kata Huda, Selasa (10/9).

Huda melihat, sejauh ini KPK merasa seperti lembaga tertinggi negara, yang ingin turut menentukan segala sesuatu.  Bahkan, urusan menteri saja KPK pun ingin ikut menentukan.

“Jadi, harus tetap ada yang dibenahi. Cuma, yang mana yang harus dibenahi. Bukan tidak mungkin masuk para kepentingan para mantan koruptor atau para calon koruptor dalam revisi ini,” ujarnya.

Baca juga : Revisi UU KPK, Pintu Maling Harus Ditutup

Karena itu, Huda berpesan, harus ada transparansi dalam melakukan pembahasan terhadap revisi UU KPK. Jangan sampai ada yang menunggangi atau kepentingan koruptor untuk melakukan perlawanan balik.

Misalnya, kata dia, siapa konseptornya, apa target yang mau diubah dalam revisi UU KPK, tentang hal apa, kenapa mesti diubah, dan seperti apa perubahannya. Sehingga, semua harus dijelaskan secara transparan pembahasannya.

“Ini kalau perubahan pembahasan secara diam-diam, kan menimbulkan prasangka. Makanya mesti transparan. Alasan bagi yang pro apa, alasan bagi kontra apa. Itu yang harus kita bicara di ruang publik,” jelas dia.

Ia menjelaskan, KPK itu memiliki banyak kewenangan, maka perubahan terhadap poin UU KPK pun harus jelas. Misalnya, pengawasan terhadap kewenangan KPK sebagai penyelidik, penyidik, penuntut umum, itu tidak diperlukan perubahan.

Baca juga : Revisi UU, Posisi KPK Harus Dipertegas

“Karena, itu ada lembaganya di dalam sistem peradilan pidana, namanya praperadilan. Tapi, kalau pengawasan berkenaan dengan kewenangan koordinasi, kewenangan supervisi, kewenangan pengambilalihan, kewenangan pencegahan, itu perlu pengawasan,” katanya.

Selain itu, Huda menyoroti penyadapan yang dilakukan KPK. Menurut dia, penyadapan itu bagian dari penyelidikan dan penyidikan sehingga pengawasannya melalui peradilan sistem pidana. Nah, masalah penyadapan itu bukan soal pengawasan tapi hukum acara.

“Hukum acaranya ada tidak tentang penyadapan ini? Enggak ada. Jadi di sini perlu revisi UU KPK tentang hukum acara bagaimana menyadap,” katanya.

Sebab, kata dia, KPK selalu berpedoman kepada KUHAP ketika menangkap dan menahan para koruptor. Akan tetapi, dalam hal penyadapan ini yang jadi pertanyaan hukum apa yang dipakai KPK. Sebab, KUHAP tidak mengatur hal tersebut.

Baca juga : PSHK: Revisi UU KPK Langgar Hukum

“Jadi, urusan penyadapan ini perlu diatur ulang seperti apa sebaiknya hukum acaranya, supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Ini kan tidak pernah bisa dipertanggungjawbakan akuntabilitas KPK menyadap, makanya bisa disalahgunakan,” jelas dia.

Selain itu, Huda menilai kewenangan KPK sekarang ini memang tidak berlebihan. Hanya saja, KPK suka membuat hukum acara sendiri. Misalnya, terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT).

“Coba sekarang apa yang namanya OTT? Saya berani taruhan kalau ada di dalam KUHAP. Enggak ada. Terus KPK pakai aturan apa dalam melakukan tangkap tangan? Dia bikin aturan sendiri. Nah itu yang tidak benar. Itu bukan OTT, itu penjebakan atau entrapment namanya,” katanya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.