Dark/Light Mode

Prof. Tjandra: Jangan Cepat Ambil Kesimpulan Soal Kematian Akibat Virus Oz Di Jepang

Selasa, 27 Juni 2023 08:09 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama angkat bicara soal kasus kematian pertama manusia akibat virus Oz di Jepang, yang diberitakan pada Jumat (24/6).

Kasus ini melibatkan lansia wanita berusia 70 tahun, yang mengalami gejala setelah digigit kutu. 

Virus ini pertama kali terdeteksi di Jepang pada tahun 2018 dari jenis kutu keras tertentu, di wilayah Kanto yang meliputi Tokyo, serta Jepang tengah dan barat.

Baca juga : Pemuda Dan Perempuan Ganjar Gelar Pelatihan Tari Musik Di Gowa

"Dari waktu ke waktu, akan selalu ada saja laporan tentang jenis penyakit baru, dari berbagai belahan negara di dunia," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Selasa (27/6).

Kalau kasus dan atau kematian masih baru terjadi, para ahli tentu masih mengkaji tentang dampak rincinya. Baik dari sisi klinis maupun epidemiologis. Karena masih belum tersedia penjelasan ilmiah yang pasti.

"Karena itu, kita tidak boleh menyepelekan laporan penyakit dan kematian baru. Tetapi, kita juga jangan khawatir berlebihan. Jangan pula terlalu cepat mengambil kesimpulan tertentu, karena data ilmiah belum tersedia secara lengkap," tutur Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, yang juga Guru Besar FKUI ini.

Baca juga : Australia-Indonesia Bangun Fasilitas Keselamatan Maritim Dan Inspeksi Kapal

Terkait hal tersebut, Prof. Tjandra menyarankan publik untuk mengikuti perkembangan data ilmiah tentang kasus ini secara mendalam, dari sumber terpercaya.

Sumber tersebut dapat berupa keterangan badan resmi negara/dunia, dan hasil penelitian yang dipublikasi resmi. Bukan dalam bentuk pesan WhatsApp (WA) berantai, tanpa sumber yang jelas.

Prof. Tjandra menegaskan, ada atau tidak penyakit baru, pemerintah harus menjaga dan menjamin surveilans selalu berjalan secara baik. Setidaknya, dalam bentuk surveilans berbasis gejala, dan surveilans berbasis laboratorium (bahkan sampai tahap genomik).

Baca juga : Jelang Lawan Palestina, STY Ngeluh Soal Fisik Pemain Timnas

"Surveilans ini harus dikerjakan dalam empat ruang lingkup. Yakni surveilans klinis pada pasien, surveilans epidemiologik di komunitas, surveilans pada hewan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia, serta surveilans keadaan lingkungan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia," urai mantan Dirjen Pengendalian Penyakit sekaligus eks Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Kabalitbangkes). 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.