Dark/Light Mode

Soal Penyerahan Mandat Ketua KPK, Presiden Diminta Jangan Terjebak

Sabtu, 14 September 2019 16:27 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) saat mengumumkan penyerahan mandat ke Presiden Jokowi di Gedung Merah Putih, KPK, Jumat (13/9) malam. Saut diapit dua wakilnya, Laode M Syarif (kanan) dan Saut Situmorang (kiri). (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) saat mengumumkan penyerahan mandat ke Presiden Jokowi di Gedung Merah Putih, KPK, Jumat (13/9) malam. Saut diapit dua wakilnya, Laode M Syarif (kanan) dan Saut Situmorang (kiri). (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menyesalkan sikap pimpinan KPK, yang menyerahkan mandat kepada Presiden Jokowi. Indriyanto bilang, hal ini tidak diatur dalam UU KPK.

"Pernyataan ini sangat kontradiktif maknanya. Karena tiga Pimpinan KPK yang sudah menyerahkan tanggung jawab pengelolaan, tapi di lain sisi malah masih menunggu perintah Presiden, untuk menjalankan atau tidak menjalankan tugasnya sampai Desember 2019," ujar Indriyanto saat dikonfirmasi, Sabtu (14/9).

Dalam Pasal 32 UU KPK, diatur soal Pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan. Pemberhentian pimpinan KPK hanya terjadi karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri, atau dikenai sanksi berdasarkan UU ini.

Baca juga : Ngabalin Bilang, Ketua KPK Kekanak-kanakan

Karena itu, kata Indriyanto, secara facet hukum pidana, hukum tata negara maupun hukum administrasi negara, Presiden tidak dalam posisi menerima permasalahan tersebut.

Berdasarkan UU, pimpinan KPK yang memiliki otoritas tanggung jawab pengelolaan KPK seharusnya menyelesaikan permasalahan ini. "Kecuali secara tegas, jelas, dan formal bahwa Pimpinan KPK ini menyatakan mengundurkan diri sesuai Pasal 32 huruf e UU KPK," tutur Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana.

Indriyanto yang juga Wakil Ketua Pansel Capim KPK ini mengatakan, tiga pimpinan KPK seharusnya secara tegas dan jelas mengemukakan maksud mereka 'menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden”untuk mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK.

Baca juga : 3 Pimpinan KPK Serahkan Mandat ke Presiden, Kemana Alex dan Basaria?

Dengan demikian, tidak menimbulkan multitafsir dan berbagai pertanyaan di ruang publik. "Presiden sebaiknya tidak terjebak dalam pusaran politik hukum ini. Karena dalam Pasal 32 UU KPK, tidak ada syarat Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena 'menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden'. Pimpinan KPK bertanggung jawab penuh terhadap tugas pokok dalam menjalankan fungsi kewenangan kelembagaan KPK," paparnya.

Indriyanto mengatakan, pro-kontra terkait Pimpinan KPK yang baru maupun Revisi UU KPK adalah sesuatu yang wajar dan merupakan wacana demokratis dalam penegakan hukum yang selalu ada solusi dan mekanisme. Namun, Indriyanto mengingatkan wacana demokratis ini haruslah berbasis hukum dan based on due process of law. Bukan semata memaksakan kehendak sendiri. Apalagi, melakukan tindakan-tindakan tidak bijak yang menyimpangi dalam tataran sistem ketatanegaraan.

"Pemaksaan kehendak bukanlah karakter sistem ketatanegaraan dan politik hukum Indonesia, tapi ciri unlawful yang otoriter sifatnya," tegas Indriyanto.

Baca juga : Petugas Desmigratif Diminta Bantu Pendataan Pekerja Migran

Terkait revisi UU KPK, Indriyanto mengatakan RUU tersebut merupakan insiatif DPR. Dengan demikian, otoritas penuh ada pada DPR. Posisi pemerintah adalah sama sebagai entitas terkait, yang akan diundang oleh DPR. Posisi pemerintah ini sama dengan posisi KPK. Untuk itu, sebagai inisiator RUU, DPR lah yang akan mengundang KPK, untuk diskusi terkait permasalahan revisi UU KPK.

"Tidak pada tempatnya KPK mempertanyakan undangan diskusi kepada pemerintah. Pernyataan Pimpinan KPK ini sebaiknya tidak melampaui prinsip non mixed of competence. Sehingga, kewenangannya dilakukan sesuai tujuannya. Tidak di luar kewenangan yang diberikan. Apalagi, bila terkesan menciptakan kegaduhan politik hukum di ruang publik. Sangat disayangkan," tandasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.