Dark/Light Mode

Awas Politik SARA Dan Hatespeech Berulang Di Pemilu 2024

Sabtu, 18 November 2023 23:08 WIB
Diskusi bertema Polarisasi SARA, Hate Speech  Serangan Hoaks Bisa Terulang: Mampukah Elit  Akan Rumput Bikin Happy Ending Pemilu 2024 ? di Kopi Oey Melawai, Komplek Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat 17/11/2023. Foto: Istimewa
Diskusi bertema Polarisasi SARA, Hate Speech Serangan Hoaks Bisa Terulang: Mampukah Elit Akan Rumput Bikin Happy Ending Pemilu 2024 ? di Kopi Oey Melawai, Komplek Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat 17/11/2023. Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Hoaks dan hatespeech yang mengarah kepada polarisasi antar anak bangsa masih berpotensi muncul di Pemilu 2024. Hal ini karena masyarakat kurang bisa memilah secara mandiri tentang informasi.

Hal disoroti sejumlah kalangan dari aktivis, pengamat dan praktisi media sosial dalam diskusi bertema Polarisasi SARA, Hatespeech & Serangan Hoaks Bisa Terulang: Mampukah Elit & Akan Rumput Bikin Happy Ending Pemilu 2024 ? di Kopi Oey Melawai, Komplek Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (17/11/2023).

Dalam paparannya, pengamat politik sekaligus direktur eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra menyatakan, haoks dan hatespeech khususnya di media sosial sulit dihindari. Sebab materi negatif tersebut cenderung diproduksi oleh produsen secara profesional.

Baca juga : Tudingan Polisi Tidak Netral Bisa Ganggu Pemilu 2024

"Dalam kampanye itu membuat timses termasuk simpatisan akan terbawa untuk membangun opini-opini yang jelas tidak benar tapi punya daya rusak luar biasa pada kandidat (lawan politik -red)," kata Dedi dalam paparannya.

Tujuannya jelas adalah untuk mendegradasi lawan politik agar semakin tidak dipilih oleh masyarakat. Dengan rendahnya elekatbilitas itu maka mereka akan lebih leluasa mengapanyekan jagoan politik mereka agar bisa semakin besar dipilih oleh publik.

"Kita tidak bisa menghindari hoaks dan black campaign, karena memang ada tabel marketnya. Sepanjang masyarakat tidak bisa dimandirikan menyerap informasi maka selama itu hoaks dan disinformasi akan muncul," jelasnya.

Baca juga : Pidato Politik Megawati: Putusan MKMK Cahaya Terang Di Tengah Gelap Demokrasi

Di era Pilpres 2014 dan 2019, Dedi menilai bahwa hoaks sangat masif terjadi, karena masih rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat Indonesia. Perpecahan antar masyarakat terbuka lebar.

Ditambah lagi para produsen hoaks bekerja secara profesional sehingga mampu memainkan opini dan perasaan penerima informasi tersebut.

"Sebab hoaks dan disinformasi itu bukan muncul alamiah tapi memang sengajar diproduksi," tekan Dedi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.