Dark/Light Mode

Dorong Kesehatan Masyarakat, RASSEA Forum Gelar Webinar Penyuluhan Pertanian

Senin, 27 November 2023 10:34 WIB
Webinar Pertanian yang digelar RASSEA Forum ini dapat memperluas wawasan pelaku utama dan usaha pertanian maupun pihak terkait. (Foto: Istimewa)
Webinar Pertanian yang digelar RASSEA Forum ini dapat memperluas wawasan pelaku utama dan usaha pertanian maupun pihak terkait. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rural Advisory Services for South East Asia (RASSEA) Forum turut berkontribusi dalam upaya meningkatkan kesadaran para pihak mengenai pertanian sensitive gizi melalui Webinar Penyuluhan Pertanian Sensitif Gizi.

Webinar dihadiri oleh lebih dari 250 peserta dari berbagai kalangan, termasuk penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan, representasi pemerintah pusat dan daerah, pegiat Posyandu, pelaku utama dan usaha pertanian, peneliti, akademisi, kader, dan masyarakat peminat topik webinar.

“Perlu pendidikan dan penyuluhan perilaku kepada pelaku utama dan usaha tani supaya menjalankan proses produksi pertanian yang bertanggung jawab sehingga menghasilkan produk petanian yang sehat serta bernutrisi tinggi,” jelas Ketua RASSEA Forum sekaligus Dosen Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB, Dr. Siti Amanah, dalam keterangannya, Minggu (26/11/2023).

Siti Amanah berharap, RASSEA Forum ini dapat memperluas wawasan pelaku utama dan usaha pertanian maupun pihak terkait lainnya tentang produksi pangan bernutrisi lewat pertanian sensitif gizi.

Tantangan dan peluang mengintegrasikan pertanian sensitif gizi dan pengembangannya juga dibahas dalam Webinar yang menghadirkan Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian, Kementerian Pertanian, Dr. Siti Munifah dan Guru Besar Gizi Masyarakat, FEMA IPB, Prof. Dr. Ali Khomsan serta moderator Ketua Kelompok Riset Gizi Komunitas, Pusat Riset Kesehatan Masyarakat & Gizi, BRIN, Dr. Yekti Widodo, SP. M.Kes.

Baca juga : Bidang V OASE KIM Gelar Bimtek Urban Farming

Menurut Siti Amanah, penting bagi pelaku utama dan usaha di bidang pertanian dalam arti luas untuk memantapkan komitmen penyediaan pangan sehat.

Negara dengan populasi penduduk terbesar di Asia Tenggara juga sumber daya pertanian yang sangat kaya, sehingga seyogyanya sangat mampu menyediakan pangan sehat.

Melalui penyediaan pangan sehat, nantinya usaha-usaha berbasis pertanian dalam arti luas semakin berkembang semakin terkoneksi dan sangat diperlukan dalam penyediaan dan distribusi pangan sehat secara berkelanjutan.

“Pertanian sensitif gizi bukan saja membangun ketahanan pangan tapi juga bentuk transformasi ekonomi seperti terbukanya lapangan kerja baru, berkontribusi dalam penyediaan jasa lingkungan, dan mendukung pola hidup sehat melalui produksi dan komsumsi yang bertanggung jawab”, jelas Siti Amanah yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI).

Sebagaimana diketahui, sejak 2016 pertanian sensitif gizi diinisiasi oleh Global Forum for Rural Advisory Services (GFRAS) dan Food Agriculture Organization (FAO) mengembangkan Nutrition Working Group (NWG).

Baca juga : Berdayakan Masyarakat Kota Bontang, Ganjar Milenial Gelar Pelatihan Menjahit

Tujuan NWG adalah untuk meningkatkan perhatian dunia dalam mendayagunakan penyuluhan dan layanan konseling dalam perbaikan gizi dengan melibatkan stakeholder di antaranya pemegang kebijakan, praktisi, peneliti, donor, penyuluh, dan lembaga terkait lainnya.

Siti Munifah menekankan bahwa upaya penyediaan pangan yang sensitif gizi perlu memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, di mana peran Wanita Tani sangat penting dalam mendukung hal ini.

Pertanian sensitive gizi harus dilakukan dengan pendekatan yang holistic dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah gizi buruk dan defisiensi gizi dengan berfokus pada peningkatan produksi dan kualitas pangan dengan memperhatikan aspek gizi.

Diharapkan, upaya membangkitkan kesadaran multipihak atas gerakan pertanian sensitif gizi tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah Indonesia serta seluruh sektor terkait.

Penyuluhan pertanian sensitif gizi adalah upaya bagaimana meningkatkan produksi dan konsumsi pangan yang berkelanjutan.

Baca juga : Ganjar Serap Aspirasi Soal Pariwisata Dan Perlindungan Perempuan

Hal ini dikarenakan persoalan gizi yang dihadapi oleh individu, kelompok, dan masyarakat sangat bervariasi dan tidak terlepas dari aspek multidimensi.

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan 2023 memperlihatkan bahwa terdapat empat permasalahan gizi balita di Indonesia yaitu stunting, wasting, underweight, dan overweight.

Permasalahan gizi lainnya, menurut Prof Ali Khomsan, merujuk data SSGI 2022, prevalensi balita wasting atau kurus di Indonesia naik 0,6 poin dari 7, 1 persen menjadi 7,7 persen pada tahun lalu.

Selanjutnya prevalensi balita underweight atau gizi kurang sebesar 17,1 persen pada 2022 atau naik 0,1 poin dari tahun sebelumnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.