Dark/Light Mode

WHO Minta Dunia Gercep Kendalikan Rokok Elektronik, Prof. Tjandra Bilang Begini

Kamis, 28 Desember 2023 16:30 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Dokumen Pribadi)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Dokumen Pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI) Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti publikasi WHO 14 Desember 2023, yang meminta dunia bergerak cepat atau gercep untuk melakukan aksi segera (urgent action) terhadap pengendalian rokok elektronik. Demi melindungi anak-anak, melindungi mereka yang tidak merokok, serta meminimalisir dampak buruk kesehatan masyarakat.

Rokok elektronik sering disebut sebagai electronic nicotine delivery systems (ENDS) atau kadang disebut electronic non-nicotine delivery systems (ENNDS).

Di masyarakat, rokok elektronik dikenal dengan sebutan vape. Cara kerjanya, dengan memanaskan cairan untuk membentuk aerosol yang dihisap pemakainya.

Aerosol cairan elektronik (e-liquids) ini bisa atau tidak mengandung nikotin. Biasanya, juga mengandung bahan tambahan (additives), perasa (flavours) dan bahan kimia lain yang dapat merugikan kesehatan.

WHO menegaskan, rokok elektronik bukanlah cara efektif untuk berhenti merokok di populasi. Bahkan, di sisi lain, muncul berbagai bukti bahwa vape merugikan kesehatan.

Baca juga : OJK Minta Industri Perbankan Blokir Rekening Judi Online Dan Pencucian Uang

"Sekarang ini, rokok elektronik tersedia di pasar di banyak negara, termasuk di negara kita," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (28/12/2023).

Laporan WHO menyebutkan, di banyak negara, rokok elektronik dipasarkan secara agresif ke kalangan muda.

Di dunia ini, ada 34 negara yang melarang penjualan rokok elektronik, 88 negara tidak menerapkan batas umur minimum boleh beri rokok elektronik, dan 74 negara tidak punya aturan apa pun tentang penggunaan rokok elektronik.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkap fakta, anak-anak di usia dini banyak diajak dan terperangkap menggunakan rokok elektronik. Ini tentu saja bisa membuat mereka ketagihan nikotin. 

Itulah kenapa, Tedros mendesak negara-negara untuk menerapkan aturan yang tegas untuk melindungi warganya, terutama anak-anak dan kalangan muda.

Baca juga : Dicaci Maki, Direndahkan, Jokowi Merasa Biasa Saja

Terkait hal ini, Prof. Tjandra menekankan, rokok elektronik yang mengandung nikotin jelas amat adiktif dan berbahaya bagi kesehatan.

Meski dampak jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui, namun WHO menyebutkan, rokok elektronik dapat menghasilkan bahan berbahaya yang sebagian di antaranya dapat menyebabkan kanker, serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru.

"Penggunaan rokok elektronik mungkin dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang memicu gangguan kemampuan belajar. Bahkan, bila wanita hamil menghisap rokok elektronik, itu dapat mempengaruhi janin dalam kandungannya," terang Prof. Tjandra, yang juga mantan Dirjen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.

Pengaruh Influencer

WHO memaparkan, rokok elektronik menyasar pasar anak-anak dengan menggunakan media sosial dan para influencer. Bahkan, ada juga yang menggunakan karakter kartun, untuk menarik perhatian anak-anak.

Trik marketing ini meningkatkan keinginan untuk menggunakan vape. Serta membentuk perilaku positif (positive attitudes) terhadap rokok elektronik.  

Baca juga : Soal Nyamuk Ber-Wolbachia Untuk Penanganan DBD, Prof. Tjandra Usulkan 3 Hal Ini

Dengan berbagai analisis di atas,  WHO menyerukan perlunya upaya segera (urgent measures) untuk mengendalikan penggunakan rokok elektronik, sebagai bagian dari pengendalian merokok di masing-masing negara.

Di negara yang memang sudah melarang penggunaan rokok elektronik, penerapan aturannya perlu diawasi. Sejalan dengan kegiatan surveilans untuk mendukung intervensi kesehatan masyarakat.

Sedangkan di negara-negara yang masih menjual rokok elektronik secara bebas - baik penjualan, importasi, distribusi dan produksinya - WHO menyarankan perlunya memperkuat aturan untuk mengurangi dampak buruk bagi kesehatan. Termasuk, pembatasan penggunaan bahan perasa (flavours), membatasi konsentrasi dan kualitas kandungan nikotinnya, serta menerapkan cukai yang sepadan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.