Dark/Light Mode

Polemik Pernyataan Pejabat Kemendikbudristek

Orang Miskin Dilarang Kuliah?

Minggu, 19 Mei 2024 07:25 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah. (Foto: IG hetifah)
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah. (Foto: IG hetifah)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ‘diserbu’ netizen. Pasalnya, kementerian yang dipimpin Nadiem Anwar Makarim itu dinilai menebalkan persepsi, seakan “orang miskin dilarang kuliah”, karena menyebut kuliah bagian dari kebutuhan tersier masyarakat.

Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah menyatakan, penilaian bahwa kuliah sebagai bagian kebutuhan tersier tak boleh dis­ampaikan Pemerintah. Sebab, Pemerintah bertugas menjalank­an amanah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bang­sa, memenuhi hak pendidikan seluruh warga negara.

“Sangat disesalkan. Tidak se­mestinya, Pemerintah menyam­paikan pernyataan seperti itu. Secara normatif, wajib belajar memang sampai tingkat sekolah menengah. Tapi, itu batas mini­mal pemenuhan tanggung jawab pemerintah, untuk memenuhi hak pendidikan bagi warga negara,” ujar Hetifah melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (18/5/2024).

Baca juga : Khofifah Dan Emil Maju Lagi

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie merespon gelom­bang kritik terkait UKT di per­guruan tinggi yang kian mahal. Menurut dia, biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan memenuhi standar mutu.

Tjitjik menerangkan, pen­didikan tinggi di Indonesia belum bisa digratiskan, sep­erti di sejumlah, karena Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan op­erasional. Saat ini, pendidikan tinggi masih menjadi pendidikan tersier atau pilihan, yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun.

“Pendidikan wajib di Indonesia hanya 12 tahun, yakni dari SD, SMP, hingga SMA. Artinya tidak seluruhnya lulusan SMA, wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengem­bangkan diri, masuk perguruan tinggi,” ujarnya di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (16/5/2024).

Baca juga : Aset-asetnya, Ayo Sita Segera!

Tjitjik menambahkan, pemerintah fokus memprioritaskan pendanaan pada pendidikan wajib 12 tahun. Namun begitu, pemerintah tidak lepas tangan, tetap memberikan pendanaan melalui BOPTN.

“Besaran BOPTN tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT), sehingga setiap maha­siswa dibebankan lewat UKT. Dalam skema UKT, besaran biaya kuliah disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Sebab itu, dalam UKT terdapat beberapa golongan,” imbuhnya.

Melanjutkan keterangannya, Hetifah menegaskan, pihaknya tidak sependapat dengan pan­dangan pemerintah yang melihat pendidikan tinggi bersifat tersier. Menurut dia, pemerintah harus­nya responsif dalam menyambut tingginya keinginan masyarakat terhadap pendidikan.

Baca juga : Warga Rawajati Girang Bisa Umrah Dan Beli Mobil Baru

“Bila hasrat masyarakat mengembakan diri melalui pendi­dikan tinggi semakin meningkat, harusnya pemerintah merespon hal itu dengan program dan ke­bijakan. Pemerintah tidak boleh lepas tangan, bahkan menyatakan hal tersebut sebagai pilihan atau kebutuhan tersier,” cetusnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.