Dark/Light Mode

Diungkap Vendor Proyek, Pegawai Kementan Tak Suka SYL, Berharap Kena Reshuffle

Kamis, 23 Mei 2024 00:25 WIB
Foto: M. Wahyudin/RM.
Foto: M. Wahyudin/RM.

RM.id  Rakyat Merdeka - Vendor proyek mengungkap isi curhatan pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) terkait perilaku menterinya, yang saat itu dijabat Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Saking tak sukanya, mereka berharap sang menteri kena reshuffle alias perombakan kabinet.

Hal ini diungkapkan Direktur PT Haka Cipta Loka dan CV Haka Loka, Hendra Putra yang menjadi saksi sidang kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Dua perusahaan Hendra merupakan vendor lewat penunjukan langsung di Kementan. Sebab, nilai proyek pengadaannya di bawah Rp 200 juta.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Hendra menceritakan kronologis terkait utang Kementan padanya.

Utang itu, disebutnya demi memenuhi permintaan-permintaan SYL dari para pegawai Biro Umum dan Pengadaan pada Setjen Kementan.

“Jadi pada waktu itu tahun 2021, Pak Gempur (Gempur Aditya selaku staf Biro Umum) secara tiba-tiba minta saya untuk ngobrol di ruangan beliau. Dia langsung bilang, 'Om tolong bantu kita dong! Ini gua kejebak nih'," cerita Hendra dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024).

"Kejebak maksudnya?" korek jaksa.

Baca juga : Anak SYL Bisa Dijerat Pasal Korupsi Lho...

"Saya nggak tahu. Saya tanya, 'kejebak kenapa om?'. ‘Pemimpin sekarang iblis semua', kata dia (Gempur)," ungkap Hendra.

Gempur pun meminta Hendra membantunya menalangi permintaan pimpinan tiap bulannya. Dia dijanjikan akan diberikan proyek di kementerian tersebut.

"Itu janji-janjinya ya," jaksa menyimpulkan.

"Iya. Jadi, selain itu juga dia bilang begini Pak. 'Itu nggak lama kok, sebentar lagi dia (SYL) juga kena reshuffle. Setelah dia reshuffle nanti ini dia nggak akan ada lagi'. Seperti itu," beber Hendra.

Hendra melanjutkan, Gempur mempertemukan Hendra dengan Abdul Hafidh yang saat itu selaku Kepala Bagian Pengadaan Biro umum.

Serupa dengan Gempur, kata Hendra, Hafidh juga meminta tolong padanya.

"(Hafidh bilang) ‘Iya Mas tolong bantu kami. Mas Hendra nggak usah khawatir nanti uang itu akan diganti dari patungan eselon 1',” ucap Hendra menirukan perkataan Hafidh saat itu.

"Oh, di situ Anda tahu uang patungan ya?" timpal jaksa.

Baca juga : Ditjen Perkebunan Kementan Tetapkan Harga Pembelian Tebu

"Iya," timpal Hendra.

Singkat cerita, ada pengumuman reshuffle kabinet pada tahun 2021. Namun rupanya SYL tetap menjabat Mentan.

Bahkan, lanjut Hendra, ia bersama rekan-rekan teknisi sampai memantau dua kali reshuffle kabinet lewat televisi. Tapi lagi-lagi, SYL tak juga digeser dari Kementan.

Menurut Hendra, hal ini jadi beban psikologis lantaran uang-uangnya belum jelas kapan bakal kembali.

Padahal awalnya ia mengaku kasihan dengan pegawai Kementan yang kena palak tersebut. Niatnya sekadar membantu, tapi malah ikut menanggung beban.

"Saya juga niat tulus membantu karena diyakinin terus sama Pak Gempur. 'Udah Om lo nggak usah khawatir, uang lo aman. Pokoknya ini tunggu patungan eselon 1, nanti gua kawal terus'. Nah, sampai dengan akhir tahun yang saya rasakan itu udah mulai terus-menerus permintaan itu," keluh Hendra.

Kemudian, jaksa membeberkan uang-uang yang telah digelontorkan Hendra untuk Kementan atas sejumlah permintaan SYL.

Rinciannya, pada Januari untuk pinjaman Rp 5 juta, pinjam dana Rp 100 juta, sewa Alphard Rp 43 juta, biaya nikahan cucu Rp13 juta.

Baca juga : Timteng Memanas, Kemlu Imbau WNI Tak Lakukan Perjalanan Ke Iran Dan Israel

"Sampai poin 95 dengan total Rp 2,15 miliar, Sedangkan yang dibayarkan nominal pengembaliannya baru Rp 854 juta. Bisa jelaskan ini," pinta jaksa.

“Mungkin kalau ada catatan saya yang sudah saya kirimkan, per hari ini itu sisanya Rp 1,66 sekian miliar lagi," Hendra mengeklaim.

"Kalau gitu sesuai dengan surat Saudara kepada Pak Kasdi?" tanya jaksa.

"Iya betul," jawab Hendra.

Jaksa mendakwa SYL bersama Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan.

Jaksa menyebut, SYL cs menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 44,5 miliar selama periode 2020-2023.

Selain itu, Jaksa juga mendakwa SYL, Kasdi dan Hatta menerima gratifikasi yang dianggap suap senilai Rp 40.647.444.494 (Rp 40,6 miliar) pada Januari 2020-Oktober 2023.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa SYL melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.