Dark/Light Mode

Kasasi Perkara Suap Seleksi Jabatan Kemenag

MA Tolak Perpanjang Penahanan Romy PPP

Kamis, 30 April 2020 08:14 WIB
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahkamah Agung menolak memperpanjang masa penahanan terhadap mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy untuk proses kasasi.

Penolakan itu disampaikan Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro. Menurutnya, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Romy telah menjalani masa pidana selama satu tahun sesuai dengan putusan banding.

“Dalam penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh MA tetap dicantumkan klausul bahwa penahanan terdakwa sudah sama dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI sehingga terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan demi hukum,” kata Andi.

Berdasarkan putusan banding, Romy hanya divonis 1 tahun penjara. “Menurut KUHAP dan Buku II MA, Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum,” kata Andi.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan menempuh kasasi atas putusan banding perkara Romy.

“JPU KPK pada hari Senin, 27 April 2020 telah melakukan upaya hukum kasasi sesuai dengan ketentuan Pasal 244 KUHAP dan Pasal 253 ayat (1) KUHAP atas putusan Nomor 9/PID. SUS-TPK/2018/PT.DKI,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

Baca juga : KPK Tempuh Kasasi, Romy PPP Batal Bebas

Menurut Ali, ada beberapa alasan KPK memutuskan kasasi. Pertama, dalam menjatuhkan putusan banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mempertimbangkan adanya penerimaan uang oleh Romy dalam proses seleksi jabatan di Kementerian Agama.

Sehingga, majelis tidak menimpakan pertanggungjawaban hukumnya kepada terdakwa. “Padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan terdakwa (Romy),” kata Ali.

Alasan kedua, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dinilai tidak mempertimbangkan tuntutan jaksa KPK mengenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Romy.

Jaksa meminta hak politik Romy dicabut selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok. Majelis hakim menganggap tuntutan itu tidak perlu dikabulkan karena sudah diakomodir oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUUXVII/2019.

Namun majelis hakim tingkat banding tidak menjelaskan secara rinci mengenai keberatan tersebut dalam pertimbangan putusannya.

“Majelis hakim tingkat banding juga tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya pada saat mempertimbangkan mengenai keberatan penuntut umum terkait hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dengan tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan Penuntut Umum tersebut,” kata Ali.

Baca juga : Tangani Covid-19, Pemkab Taput Kembali Usulkan Penambahan APD Ke Pusat

Alasan ketiga, putusan tingkat banding yang menghukum Romy dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara, dianggap terlalu ringan.

“Majelis hakim tingkat banding tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada terdakwa yang terlalu rendah,” ujar Ali.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang hanya menjatuhkan vonis 1 tahun penjara, Romy seharusnya bisa menghirup udara bebas pada Rabu, 29 April 2020.

Namun dengan KPK memutuskan kasasi, masa penahanan Romy bisa diperpanjang. “Sesuai dengan Pasal 253 ayat 4 KUHAP disebutkan bahwa wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya permohonan kasasi,” jelas Ali.

Sebagaimana diketahui Romy diadili karena menerima suap terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Ia menerima rasuah dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik,Muafaq Wirahadi.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan Romy terbukti bersalah. Menurut majelis hakim, perbuatan Romy memenuhi unsur dakwaan Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca juga : Kolaborasi Bareng Produsen Tekstil dan BNPB, Kemenperin Penuhi Kebutuhan APD

Majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, kepada Romy. Majelis hakim tidak mencabut hak politik lantaran mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan mantan narapidana maju dalam pilkada, asalkan sudah mengumumkan kepada publik sebagai mantan narapidana.

“Berdasarkan pertimbangan di atas, maka hakim berpendapat berdasarkan putusan MK tersebut maka hakim sependapat putusan MK sehingga tidak perlu lagi menjatuhkan pidana tambahan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik,” putus hakim.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya separuh dari tuntutan jaksa KPK. Jaksa meminta Romy dihukum 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan.

Juga meminta hak politik Romy dicabut selama 5 tahun. Di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas masa hukuman Romy menjadi hanya 1 tahun penjara. Putusan ini diketok majelis hakim yang diketuai Daniel Dalle Pairunan dengan anggota I Nyoman Adi Juliasa dan Achmad Yusak. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.