Dark/Light Mode

Komisioner KPAI Retno Listyarti

Ortu Bokek, Sekolah Online Memberatkan

Selasa, 21 Juli 2020 07:05 WIB
Tangkapan layar Komioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti saat jadi pembicara di acara Ngopi Pagi yang diadakan Rakyat Merdeka, Senin (20/7).  (Foto: Facebook)
Tangkapan layar Komioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti saat jadi pembicara di acara Ngopi Pagi yang diadakan Rakyat Merdeka, Senin (20/7). (Foto: Facebook)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pekan ini, sudah masuk tahun ajaran baru. Anak-anak mulai sekolah lagi. Mayoritas masih menerapkan sekolah online atau belajar jarak jauh. Dengan metode ini, orang tua dan murid banyak mengeluh. Namun, Komioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti punya alasan kuat kenapa sekolah online masih harus dilakukan.

Saat menjadi narasumber dalam Program Ngopi Pagi Rakyat Merdeka, kemarin, Retno menjelaskan secara gamblang. Salah satu alasannya, sekolah online atau pelajaran jarak jauh (PJJ) untuk melindungi anak terinfeksi virus corona.

Baca juga : Dokter Reisa: Ganti Masker Setelah 4 Jam Dipakai

Bagaimana dengan keluhan anak dan orang tua? Retno tidak menampik, kalau sekolah online itu memberatkan anak dan orang tua, termasuk para guru. Apalagi kalau kondisi orang tua lagi bokek alias nggak punya duit, sekolah online ini akan tambah memberatkan. Orang tua harus tambah pengeluaran untuk membeli pulsa internet.

Dalam beberapa bulan ini, KPAI sudah melakukan survei soal sekolah online. Pertanyaan diajukan untuk anakanak dan guru. Hasilnya, sebanyak 76,9 persen murid ternyata ternyata tidak suka belajar di rumah. “Lalu 81 persen mereka mengaku jenuh karena tugas yang bertumpuk,” tandasnya.

Baca juga : MPR dan DPD Sepakat Saling Menguatkan

Kenapa bisa begitu? Karena sekolah online ini memang belum ada modulnya. Belajar di tengah pandemi akhirnya cuma memindahkan ruang kelas ke dalam rumah. “Proses interaksi hanya sedikit. Hanya 20,1 persen. 79,9 persen tidak ada interaksi. Itu menurut pengakuan anak-anak,” ungkapnya.

Parahnya lagi, lanjut Retno, data mereka menyebutkan 92 persen guru masih gagap teknologi alias gaptek. Sama sekali belum pernah menggunakan metode pembelajaran daring, ketika sebelum pandemi.

Baca juga : Komisioner KPU Sumsel Lempar Bola ke KPU Pusat

Masalah lain, tidak semua murid punya kemampuan membeli kuota internet. Apalagi, banyak orangtua murid yang sebelumnya masih berada di kelas ekonomi menengah, kini terjun bebas menjadi masyarakat miskin.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.