Dark/Light Mode

Warganet Riuh

Kritik Dibalas Teror Buzzer Dibayar Honor

Sabtu, 22 Agustus 2020 07:06 WIB
Tampilan situs Tempo yang diretas. (Foto: ist)
Tampilan situs Tempo yang diretas. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Jagat media sosial seharian kemarin diriuhkan peristiwa teror dan honor. Pihak yang selama ini kerap mengkritik pemerintah, mengaku sedang mendapatkan teror. Sementara ramai pula, soal honor bagi para buzzer.

Teror pertama menimpa media Tempo.co. Server milik media online ini diserang hacker hingga tidak bisa diakses. Di situs pencari Google, nama Tempo.co diubah menjadi ‘TEMPO. co: hacked by Rizieq Shihab’. Ketika dibuka, tampilannya berubah menjadi hitam. Lalu, ada iringan lagu Gugur Bunga selama 15 menit.

Setelah itu muncul tulisan “STOP HOAX! Stop Hoax, Jangan BO- HONGI Rakyat INdonesia. Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok”.

Tempo.co baru bisa mengambil alih kembali situsnya pada pukul 01.30 WIB. Namun, pukul 02.26 Situs Tempo kembali diserang dengan tampilan yang serupa dengan aksi pertama. Berselang 5 menit, tim dari tempo.co sudah bisa mengambil alih kembali situs ini dari aksi peretasan.

Baca juga : Amien Tercoreng Anaknya

Pemimpin Redaksi Tempo.co Setri Yasra menyebut, peretasan ini sebagai upaya pembungkaman pers. “Kita menganggap ini salah satu upaya mengganggu kerja jurnalistik yang dilakukan Tempo, aktivitas rutin yang dilakukan dan diatur Undang-Undang Pers,” tegasnya.

Tak hanya Tempo.co, teror diklaim juga menimpa beberapa deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). “Ada yang datang ke tokoh ormas Islam bertanya tentang saya, ada yang datang menghalangi jangan hadir, ada acara tandingan,” ujar salah satu deklarator KAMI, Din Syamsuddin. Belum lama ini, eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang masuk KAMI juga digoyang isu lama; kedekatannya dengan pengusaha Tomy Winata.

Pentolan KAMI Syahganda Nainggolan menyebut, di era demokrasi, seharusnya sudah tidak ada lagi aksi teror yang ditujukan kepada pihak yang mengkritik. “Ini kan koridor demokrasi masa dilarang kritik, diserang, di-sudutkan. Biasa-biasa sajalah,” tegasnya.

Selain soal teror, dunia maya juga dihebohkan dengan pernyataan dari ICW. Peneliti ICW Egi Primayogha menyebut, pihaknya menemukan soal anggaran pemerintah untuk jasa in­fluen­cer mencapai Rp 90,45 miliar. Data ini dikumpulkan ICW dalam kurun waktu 14-18 Agustus 2020 dengan menelusuri salah satunya dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Baca juga : BNN Kudu Beberin Data Cakada Terlibat Narkoba

Egi menjabarkan nilai anggaran influencer meningkat sejak 2017. Pada 2017 ada 5 paket pengadaan dengan anggaran Rp 17,68 miliar, lalu 2018 meningkat pesat 15 paket dengan anggaran Rp 56, 55 miliar. Pada 2019 menurun jadi 13 paket dengan anggaran Rp 6,67 miliar dan pada 2020 ini tercatat 7 paket dengan anggaran Rp 9,53 miliar. 

“Di tahun 2014, 2015, 2016 kami tidak menemukan kata kunci itu (influencer). Dan, mulai penggunaannya pada 2017 hingga akhirnya meningkat di tahun- tahun berikutnya,” ujar Egi.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian tidak membantah soal penggunaan influencer oleh pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menyosialisasikan program kerja pemerintah agar mudah diterima masyarakat hingga ke desa-desa atau pelosok Tanah Air.

Sebab, lanjut Donny, sekitar 40 persen populasi penduduk Indonesia termasuk kelompok milenial. Sehingga dibutuhkan influencer yang mampu menerangkan program pemerintah yang dilakukan bagi masyarakat. “Karena 40 persen populasi kita milenial, sehingga program-program itu bisa dipahami. Misalnya, bansos. Orang kan tidak tahu

Baca juga : Bandara Haji Muhammad Sidik di Kalteng Bakal Diresmikan Jokowi

bagaimana melakukan bansos, daftarnya ke mana, prosedurnya seperti apa. Nah itu penting kan untuk disosialisasikan,” jelas Donny.

Atas teror dan honor, warga dunia maya pun terbelah. Akun @Bekahapsara menyebut, tindakan membalas kritik dengan teror adalah cara-cara pengecut. “Mengecam keras tindakan pengecut. Beda pendapat adalah keniscayaan demokrasi, penyikapannya harus dengan cara-cara terhormat dan beradab, bukan teror,” tegas dia.

Tapi banyak juga yang menyalahkan Tempo dan KAMI. Akun @ibas_1910 misalnya. “Tempo ga Usah LEBAY... tukang kritik jangan ANTI KRITIK... Lebih baik intospeksi, coba itu wartawannya suruh ikut pendidikan Ilmu Jurnalistik dulu, jangan cuma sekedar bisa nulis sudah jadi wartawan,” komentarnya. “Kritik dibalas teror, buzzer dibayar honor. Oh negaraku,” sambar @AlsNugrahaa. “Bukti kalo demokrasi memang masih bermasalah,” imbuh @wisnu66265003. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.