Dark/Light Mode

LP3ES Gelar Diskusi

Di Masa Pandemi, Demokrasi Mulai Kehilangan Daya Tarik

Rabu, 18 November 2020 06:07 WIB
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto. (Foto/Ist)
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto. (Foto/Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perjalanan demokrasi di Indonesia ditengarai tengah mengalami penurunan di masa pandemi. Demokrasi kini mulai kehilangan daya tarik.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring bertajuk Demokrasi Di Masa Pandemi yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di Jakarta, kemarin.

Hadir sebagai pembicara, Sekretaris Kabinet periode 2010-2014 Dipo Alam, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto, pengamat politik Fachry Ali, dan tokoh muda Nahdatul Ulama (NU) Ulil Abshor Abdalla.

Dipo Alam sebagai pembicara pertama mengatakan, kondisi demokrasi yang terjadi saat ini adalah makin berkuasanya oligarki. Ironinya, oligarki yang menjadi minoritas malah lebih banyak terlibat dalam penyusunan undang-undang dan pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga : Bertahan Di Tengah Pandemi, Kementan Apresiasi Peternak Sapi Perah Di Jakarta

“Bukan hal yang mengejutkan ketika kekuasaan oligarki terus bertumbuh subur di Indonesia,” katanya.

Menurut dia, kekuasaan oligarki berdampak pula pada munculnya intoleransi ekonomi. Ada ketimpangan ekonomi disebabkan oleh peranan oligarki yang dominan dalam suatu negara.

Padahal, oligarki tersebut merupakan kelompok minoritas terbatas. Rakyat yang menjadi mayoritas hanya menerima dampak dari ketimpangan yang dihasilkan oligarki.

Dipo menjelaskan, secara teoritis, sistem demokrasi mestinya bisa lebih baik dalam mengatasi pandemi ini.

Baca juga : Sasar Pelaku Usaha, Mandiri Syariah Rilis Tabungan Bisnis

Sebab, dalam sistem demokrasi ada pengawasan, ada kritik dan ada pemilihan umum yang bisa memaksa para pejabat pemerintah untuk lebih bertanggung jawab.

Sebuah pemerintahan demokratis bisa dipaksa oleh rakyatnya untuk memenuhi kepentingan publik. “Hal semacam ini tidak bisa kita dapati di dalam sistem pemerintahan nondemokratis,” katanya.

Direktur LP3ES Wijayanto mengungkapkan adanya indikator perilaku otoriter dalam kehidupan bernegara. Indikasinya, ada penolakan aturan main demokratis, menyangkal legitimasi lawan politik, toleransi atau anjuran kekerasan dan kesediaan untuk membatasi kebebasan sipil lawan.

Dia lalu mengutip laporan Economic Intelligence Unit (EIU) bahwa angka kebebasan sipil di Indonesia berada pada skor 5,59. Angka tersebut turun pada tahun 2017 dari tahun sebelumnya 7,06, dan sama sekali tidak membaik hingga tahun 2019.

Baca juga : Merajut Hati Di Tengah Pandemi Melalui Pewayangan

Skor itu pun jauh di bawah Singapura (7,06), Thailand (6,47) bahkan Malaysia (5,88). Laporan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menyebut, kondisi demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.