Dark/Light Mode

Cuplikan Kisah Setahun Evakuasi WNI Dari China

Mari Kita Mencontoh Wuhan, Bersusah-susah Dahulu, Kelar Pandemi Covid Kemudian

Kamis, 4 Februari 2021 07:35 WIB
Sebanyak 238 WNI dievakuasi dari Wuhan, China mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam pada 2 Februari 2020. Evakuasi dilakukan, karena penyebaran Covid-19 semakin meluas di wilayah tersebut. (Foto: Antara)
Sebanyak 238 WNI dievakuasi dari Wuhan, China mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam pada 2 Februari 2020. Evakuasi dilakukan, karena penyebaran Covid-19 semakin meluas di wilayah tersebut. (Foto: Antara)

 Sebelumnya 
Sore itu bandara mulai ramai, karena rombongan evakuasi dari negara lain mulai berdatangan seperti, WN Perancis, Arab Saudi, Myanmar, dan India. Sambil menunggu check in, para WNI mengisi formulir kesediaan untuk dikarantina selama 14 hari di Natuna.

"Saat itulah, kami baru mengetahui bahwa kami akan dibawa ke Pulau Natuna untuk karantina, karena sebelumnya kami tidak mengetahui detail proses evakuasi yang akan kami lalui," ungkap Hillyatu.

Pesawat Batik Air yang akan mengevakuasi WNI, tiba di Wuhan sekitar pukul 19.15 waktu setempat. Namun, mereka baru diperbolehkan boarding menjelang dini hari.

Baca juga : Keluar Dari Perjanjian Paris, Kita Beri Pelajaran Uni Eropa

Saat boarding, para WNI tersebut mengisi formulir kesehatan, termasuk riwayat kesehatan 14 hari sebelumnya. Kalau ada gejala panas, batuk, dan pilek, mereka tidak diizinkan untuk boarding.

Pukul 04.00 pagi, mereka mulai mengantre untuk masuk pesawat. Saat mengantre di garbarata, pilot menyambut kami dengan selembar kertas yang bertuliskan “Ayo muleh, Rek! (Ayo Pulang!).

"Itulah momen yang akan selalu kami kenang, dalam proses evakuasi. Sebelum menuju Natuna, kami transit terlebih dahulu di Batam untuk berganti pesawat. Saat keluar dari pesawat Batik, masing-masing kami disemprot disinfektan. Pesawat TNI yang membawa kami menuju Natuna, dilapisi plastik di seluruh permukaan lantai dan tempat duduknya. Kami merasa seperti alien yang baru datang dari luar angkasa," papar Hillyatu.

Baca juga : Kejagung Endus Upaya Para Tersangka Ngumpetin Aset

Sesampainya di Natuna, kami baru menyadari adanya penolakan dari warga sekitar. Hingga pemerintah harus menurunkan 1.000 personil gabungan TNI dan Polri untuk berjaga di sekitar komplek karantina.

"Sedih kami rasakan, ditolak di negeri sendiri dan dianggap membahayakan. 14 hari karantina di Natuna, bosan kadang melanda. Manusiawi, karena kami hanya boleh keluar sekitar hanggar. Melihat pesawat landing dan take off adalah hiburan kami setiap hari. Sambil berharap, pesawat yang menjemput kami pulang, segera datang," tutur peraih gelar Master dari Nanchang University ini.

Setelah menyelesaikan karantina 14 hari di Natuna, barulah mereka diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Terkadang, ada saja stigma negatif yang didapati karena pulang dari Wuhan. "Namun kami menyadari, itulah konsekuensi yang harus kami terima, meskipun itu tidak mudah," sambung Hillyatu.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.