Dark/Light Mode

Tanggapi JK Soal Demokrasi Dan Pemerintahan Jatuh

Fadjroel Kalem, Yusril Ngegas

Minggu, 14 Februari 2021 06:30 WIB
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK). (Foto: Istimewa)
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini juga menyatakan, sistem dan perincian pelaksanaan pemilu lima tahun sekali sifatnya bongkar pasang. Begitu juga sistem kepartaian. Pemerintahan daerah juga sama, bongkar pasang enggak selesai-selesai.

“Pengelolaan kekayaan negara antara pusat dan daerah juga sama, bongkar pasang terus,” kata Yusril.

Karena itu, Yusril menilai konsep demokrasi akhirnya menjadi permainan kekuasaan. Tujuannya cuma satu, yaitu melanggengkan kekuasaannya sendiri.

Baca juga : Komisi VII DPR Dorong Pemerintah Jamin Pasokan Batu Bara

“Siapa kuat, dia menang dan berkuasa. Siapa lemah akan kalah dan tersingkir. Demokrasi kita sekarang bergantung pada kekuatan baru, kekuatan uang dan modal,” jelas Yusril.

“Apa demokrasi seperti ini yang mau dijalankan? Kalau demokrasi seperti itu tidak dijalankan, pemerintah akan jatuh, ya mungkin saja. Tetapi jika demokrasi semacam itu dijalankan, maka negara yang akan runtuh,” tambahnya.

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro membela JK. Menurut dia, Indonesia sedang mengalami penurunan kualitas demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari lemahnya penegakan hukum, pembungkaman kritik, lemahnya pemberantasan korupsi, serta maraknya penyimpangan yang dilakukan para elite dan pemodal.

Baca juga : Jika Demokrasi Tak Jalan Pemerintahan Bisa Jatuh

“Demokrasi dengan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur kini tersandera oleh kuatnya praktik politik oligarki, monopoli dan kongkalikong antara penguasa dan pengusaha demi memelihara kekuasaan politik dan ekonominya,” kata Siti Zuhro, kemarin.

Akademisi yang arab disapa Wiwiek ini melihat, hal ini diperparah dengan kurangnya check and balance terhadap institusi yang berkuasa, khususnya pada pihak eksekutif. Pemilu yang selama ini dijalankan juga belum menghasilkan pemimpin yang berjiwa negarawan. Bahkan nilai-nilai yang disepakati seperti Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945, mengalami politisasi.

Sebagai solusi dari masalah-masalah tersebut, Wiwiek menyarankan, segenap bangsa melakukan perbaikan substantif. Pembangunan Indonesia harus didasarkan atas kemajemukan sebagai kekuatan, sebab Indonesia adalah negara yang beragam penduduk dan budayanya. “Kemajemukan adalah kekuatan sosial, bukan ancaman,” imbuhnya. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.