Dark/Light Mode

Jangan Cuma Ditutup, Polisi Wajib Proses Hukum Pemilik Akun Medsos Terindikasi Paham Radikal

Jumat, 9 April 2021 09:16 WIB
Petrus Selestinus/Ist
Petrus Selestinus/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyebaran ideologi radikal memanfaatkan ruang media sosial (medsos). Selama ini, pemerintah hanya menutup akun yang terindikasi menyebarkan radikalisme.

"Polisi wajib memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal. Terutama paham yang menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam kedaulatan negara," tegas praktisi hukum Petrus Selestinus kepada wartawan, Kamis (8/4).

Menurutnya, polisi bisa menjerat pemilik akun medsos radikal dengan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Pemblokiran itu baik sebagai langkah preventif, tetapi harusnya ditindaklanjuti dengan langkah pemidanaan, karena hukum positif kita sudah mengaturnya," kata Petrus.

Baca juga : Sabam Sirait: Kuping Dan Hati Politisi Harus Dekat Dan Bersama Rakyat

Menurut dia, polisi tidak harus menunggu pengaduan atau laporan masyarakat untuk memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal. 

Polisi cyber memiliki kemampuan dan kewenangan untuk bertindak tanpa harus menunggu pengaduan masyarakat.

Jika hal itu dilakukan, Petrus yakin dampaknya bagi pencegahan penyebaran radikalisme dan terorisme akan cukup besar. 

Termasuk mencegah meluasnya penyebaran paham radikal atau radikal terorisme yang sangat mengancam kedaulatan negara, kehormatan dan wibawa negara. 

Baca juga : Anggaran 2021 Disetujui, Komisi X DPR Minta Perpusnas Tingkatkan Kolaborasi Program Strategis

Sebelumnya, Haris Amir Falah, mantan narapidana teroris, menyebut ada perubahan pola rekrutmen orang yang disiapkan melakukan aksi teror. Rekrutmen calon teroris tidak lagi melalui tatap muka, melainkan via media sosial.

Melalui media sosial, kata Haris, calon pengantin bisa melakukan dialog tanpa bertemu tatap muka dengan pembinanya. Haris menuturkan, sejumlah platform media sosial yang kerap dijadikan medium indoktrinasi serta rekrutmen teroris adalah Facebook dan Telegram.

Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate mengatakan, pihaknya mengawasi ruang siber menggunakan mesin crawling berbasis AI (Artificial Intelligence) yang memantau akun dan konten-konten terkait dengan kegiatan radikalisme terorisme.

Kemenkominfo juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga serta stakeholder terkait terkait penyebaran konten radikalisme dan terorisme di medsos. Kominfo juga berupaya menyampaikan konten positif untuk memberi literasi kepada masyarakat.

Baca juga : Standarisasi Kualitas Produk, Singosari Lakukan Sertifikasi Benih Indigofera

"Hingga 3 April 2021, Kemenkominfo telah memblokir konten radikalisme terorisme 20.453 konten yang tersebar di situs internet, serta beragam platform media sosial," ujar Jhonny. [REN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.