Dark/Light Mode

Sebut Dugaan Korupsi Bansos Rp 100 T, Novel Diminta KSP Tak Spekulatif

Jumat, 21 Mei 2021 16:21 WIB
Penyaluran bansos Covid-19. (Foto: Kemensos)
Penyaluran bansos Covid-19. (Foto: Kemensos)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN) Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menilai, pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan soal dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) senilai Rp 100 triliun spekulatif dan kontroversial.

"Kalau memang ada dugaan korupsi silakan diusut sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya penegakan hukum, pernyataan seperti itu sama sekali tidak produktif," ujar Edy, dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5).

Novel sebelumnya mengungkapkan, nilai korupsi bansos Covid-19 di berbagai daerah, tidak hanya di area Jabodetabek, bisa mencapai angka Rp 100 triliun. Namun, dia belum dapat memastikan hal tersebut dan perlu meneliti kasus ini lebih lanjut.

Baca juga : Penilaian Orang ICW Ke KPK Dimentahkan Oleh Sahroni

Menurut Edy, dugaan yang disangkakan Novel tidak jelas. Hingga saat ini tidak diketahui apakah Rp 100 triliun yang dimaksud Novel merupakan angka dugaan korupsinya atau nilai proyek bansosnya.

Jika yang dimaksud adalah nilai dugaan korupsi, kata Edy, rasanya sulit diterima akal sehat. Begitu pun jika yang dimaksud adalah nilai proyek atau program bansos. Dia menyebut, dari total anggaran PEN 2020 yang besarnya Rp 695,2 triliun, alokasi untuk klaster perlindungan sosial sebesar Rp 234,3 triliun.

Sementara, bansos yang merupakan bagian dari klaster perlindungan sosial tersebut nilainya tidak mencapai Rp 100 triliun. "Jadi proyek apa yang dimaksud (Novel)?" tanya dia.

Baca juga : Soal Dugaan Kebocoran Penggeledahan Kantor Jhonlin, KPK Tak Mau Berspekulasi

Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP itu pun meminta Novel untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang cenderung spekulatif dan mengundang kontroversi.

Apalagi, masih ada dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani penegak hukum, termasuk pungutan liar (pungli) bansos.

"Itu yang kami sangat sayangkan. Padahal Presiden sudah berkali-kali memberi peringatan agar tidak korupsi. Kita serahkan sepenuhnya kasus tersebut pada penegak hukum," sesalnya. 

Baca juga : Disebut Surganya Koruptor Indonesia, Singapura Nggak Terima

Menurut Edy, berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk menutup celah korupsi. Hal itu diwujudkan salah satunya dengan meminimalisasi pemberian bansos dalam bentuk barang.

Sebaliknya, pemberian bantuan secara non tunai, transfer via rekening, atau langsung kepada penerima melalui kantor pos terus diperbanyak. Dalam skema PEN 2021, tercatat hanya Rp 2,45 triliun anggaran yang dialokasikan dalam bentuk barang, yaitu bantuan beras.

Sementara, total anggaran klaster perlindungan sosial mencapai Rp 150,28 triliun. "Lainnya disalurkan melalui non tunai, transfer atau melalui kantor pos langsung kepada penerima manfaat," tandas Edy. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.