Dark/Light Mode

Kasus Korupsi Dan TPPU Bupati Lamsel

Hakim Tidak Sebut Penerimaan Duit Dari Penerbitan Izin Menhut

Sabtu, 27 April 2019 10:10 WIB
Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan seusai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang. (Foto : Tribun Lampung).
Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan seusai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang. (Foto : Tribun Lampung).

RM.id  Rakyat Merdeka - Jaksa KPK kecewa dengan putusan perkara Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan. Pasalnya, majelis hakim tak mempertimbangkan fakta-fakta mengenai penerimaan dan aliran uang kepada sejumlah pihak.

Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan telah melaporkan hasil persidangan perkara Zainudin ke pimpinan KPK.

“Apakah banding atau tidak, menunggu petunjuk pimpinan. Kita punya waktu pikir-pikir selama 7 hari,” katanya.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Zainudin dihukum 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti Rp 66 miliar.

Menurut Wawan, hakim tak menyebutkan adanya penerimaan dan aliran dana dalam putusannya. Di antaranya aliran duit ke DPRD Lampung Selatan dan Wakil Bupati Lampung Selatan-kini Pelaksana Tugas Bupati, Nanang Ermanto. Serta penerimaan uang dari penerbitan izin Menteri Kehutanan di era Zulkifli Hasan. Zulkifli adalah kakak Zainudin.

Baca juga : Bupati Lamsel Divonis 12 Tahun dan Bayar Uang Pengganti Rp 66 Miliar

“Aliran fee ke Wabup dan DPRD Lamsel tidak muncul di putusan hakim padahal di fakta yuridis tuntutan kita ada. Begitu juga gratifikasi terkait penerbitan izin pengelolaan hutan. Namun untuk gratifikasi ini semua penerimaannya dalam putusan oleh hakim dianggap sebagai TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” papar Wawan.

Wawan membeberkan, fakta gratifikasi yang muncul dan terbukti hanya aliran dana dari Thomas Riska. Sedangkan pengalihan uang ke rekening Gatot Suseno dan Sudarman dianggap TPPU.

“Jadi fakta itu tidak muncul di putusan, dan dakwaan ketiga gratifikasi yang terbukti hanya Rp 200 juta yang diberikan oleh Thomas Rizka. Serta dakwaan TPPU sebatas pada pengalihan uang ke rekening Gatot Suseno dan Sudarman. Sehingga fakta Zulkifli Hasan (juga) tidak muncul,” lanjutnya.

Wawan mengatakan dalam surat tuntutan sudah membeberkan aliran dana kasus Zainudin.

“Kami uraikan lengkap bahwa uang-uang itu diberikan ke Nanang Ermanto dan kepada DPRD Lampung Selatan ada semua. Tapi di putusan saya tidak menemukan,” ujarnya.

Baca juga : KPK Tetapkan Bupati Mesuji Sebagai Tersangka

Menurut Wawan, setiap pihak yang ikut menikmati duit hasil korupsi atau menyamarkannya dijerat pasal TPPU. Dalam UU TPPU ada istilah ‘integrasi’.

Yakni hasil kejahatan itu sengaja disamarkan asal usulnya untuk bisa dinikmati oleh pelaku seolah-olah dari penghasilan yang legal.

Ia mengisyaratkan kasus Zainudin bisa dikembangkan untuk menjerat pihak yang turut menikmati duit korupsinya. “Itu (kasus ) TPPU-nya Zainudin Hasan kan sudah jelas,” katanya.

Saat persidangan, Zainudin mengakui pernah menerima duit Rp 37 miliar. Rinciannya, Rp 20 miliar pada tahun 2016. Kemudian Rp 17 miliar tahun 2017.

Uang itu berasal dari fee proyek Pemkab Lampung Selatan. Zainudin mengaku belum menerima fee proyek tahun 2018. “Karena tahun itu belum ada (kegiatan) apa-apa,” dalihnya. Zainudin juga keburu dicokok KPK.

Baca juga : Kenapa Pengusaha Mau Bayar, Karena Mau Cepat

Di persidangan, hakim sempat menyinggung soal TPPU Rp 72 miliar yang diduga dari hasil korupsi. Uang itu dibelikan aset mulai mobil, tanah dan bangunan, pabrik, saham hingga speedboat.

Kali ini Zainudin mengelak. “Tidak sampai segitu Yang Mulia,” bantahnya. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.