Dark/Light Mode

Kehidupan Pensiunan Jenderal (4)

Dapat Pesangon Dari KPK 200 Juta, Setahun Habis

Selasa, 4 Desember 2018 11:34 WIB
Irjen (Pol) Purn. Bibit Samad Rianto, mantan pimpinan KPK. (Foto: Twitter @bibitsamadr)
Irjen (Pol) Purn. Bibit Samad Rianto, mantan pimpinan KPK. (Foto: Twitter @bibitsamadr)

RM.id  Rakyat Merdeka - Beberapa waktu lalu, Capres 02 Prabowo Subianto menyebut kehidupan para jenderal itu mewah-mewah. Benarkah demikian? Untuk mendapatkan fakta kehidupan para jenderal, kemarin, Rakyat Merdeka ngobrol hangat dengan Irjen Pol (Purn) Bibit Samad Rianto.

Publik mungkin lebih mengenal Bibit Samad Rianto sebagai mantan pimpinan KPK,  ketimbang purnawirawan jenderal polisi bintang dua. Apalagi, ketika kasus cicak Vs buaya, perseteruan KPK-Polri, mengemuka pada 2010. Bibit bersama Pimpinan KPK Chandra Hamzah, sempat berurusan dengan kasus hukum di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. 

Bibit adalah jenderal polisi yang berprestasi. Berbagai posisi teritorial pernah diembannya. Di antaranya Kapolres Jakarta Utara, Kapolres Jakarta Pusat, Wakapolda Jawa Timur dan Kapolda Kalimantan Timur. Bibit pensiun dari kepolisian 15 Juli 2000 dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal (Irjen). Menyandang bintang dua di pundak, apakah kehidupan Bibit mewah? “Mas lihat sendiri, apa segini bisa dibilang mewah?” Bibit bertanya balik kepada Rakyat Merdeka saat ngobrol di taman belakang rumahnya. “Saya nggak pinter cari duit,” imbuhnya. 

Rumah Bibit “ngumpet” di gang belakang Kompleks Perumahan Griya Kencana I, Ciledug, Tangerang. Tepatnya, di lingkungan RT01/012 Kampung Pedurenan. Bibit mestinya bisa tinggal di perumahan elit, bukan di kampung yang padat penduduk seperti itu. Tapi, dia memilih tinggal di rumah yang berdiri di atas lahan seluas 600 meter persegi sejak 1991. “Yang penting bisa berteduh, tidak kepanasan, tidak kehujanan,” katanya. Bibit mengaku membeli tanah itu dari seorang anak buahnya seharga Rp 2 ribu per meter persegi, pada 1981. Saat itu, Bibit masih menjabat Kabag Pam di Intel Mabes Polri. 

Baca juga : Bisnis Gulung Tikar , Terbantu Batubara

Sebelum tinggal di rumahnya sekarang, Bibit membeli rumah di Ciledug Indah pada 1982 setelah pindah dari Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun, lantaran rumahnya di Ciledug Indah banjir, Bibit mulai membangun rumah yang kini ditinggalinya. Kala itu, tahun 1987, Bibit menjabat Kapolres Jakarta Pusat. "Saya waktu itu cuma punya Rp 60 juta (di beberapa media disebut Rp 26 juta). Itu untuk bangun pondasi. Begitu pondasi selesai, duitnya habis,” ungkap Bibit sambil terkekeh. “Tapi tahu-tahu, datang genteng 3000 buah. Ada juga bata, semen,” imbuh pria yang kini berusia 73 tahun. 

Loh, dari mana? Bibit bilang, itu sumbangan pengusaha yang merupakan teman-temannya. “Waktu itu, masih boleh terima gratifikasi,” selorohnya, sambil tertawa lagi. Setelah itu, Bibit “tobat”. Selama menjadi Kapolda Kaltim, Bibit setidaknya berhasil menangani 234 kasus pembalakan liar. Dia mengaku, para cukong kayu berani menyuap rata-rata Rp 500 juta per kasus. Tapi, dia menolak. “Saya ambil yang halal aja,” tegasnya. 

Bibit memang sederhana. Mobilnya hanya Toyota Innova warna hitam. Mobil yang terparkir di garasi rumahnya belum lama lunas. Anak-anak Bibit yang mencicil untuknya. Dia menjual mobil lamanya -Toyota Innova juga- kemudian uang penjualan mobil itu dijadikan uang DP atau panjer. “Anak-anak saya masing-masing iuran Rp 2 juta untuk bayar cicilannya,” ungkapnya seraya menyebut tidak berminat meng-upgrade mobilnya dengan spesifikasi yang lebih tinggi. “Saya fanatik sama Toyota Kijang. Dari yang dulu kotak, sekarang kapsul,” imbuh Bibit.

Di rumah itu, juga terdapat sepeda motor tua keluaran Jerman bermerk Zundapp. Menurut Bibit, itu milik putranya. Bibit juga tak seperti kebanyakan pensiunan jenderal yang suka olahraga “berkelas” macam tenis atau golf. Dia lebih memilih jalan kaki dan berenang di kolam renang umum, yang tak jauh dari rumahnya. “Tenis saya nggak bisa, golf malas. Stik golf ada, akhirnya malah diambilin anak-anak,” selorohnya. 

Baca juga : Kivlan Zein: Mau Ganti Mobil, Berat Belinya...

Hal lain yang juga membedakan Bibit dengan purnawirawan jenderal kebanyakan, dia tidak berbisnis. Di samping belum tahu apa bisnis yang hendak dirintisnya, dia juga takut berjudi. “Nggak mau saya, ngambil risiko, hehehe,” bisik Bibit. Dia juga tak tertarik ditawari menjadi komisaris perusahaan atau masuk partai politik. Karena sikapnya itu, Bibit kerap dijuluki “orang aneh”. “Yang lain-lain nerima, saya tidak. Pengusaha Kaltim pernah kasih saya pegang sahamnya. Saya baca daftarnya, ternyata para pemegang sahamnya mantan-mantan jenderal,” bebernya.

Bibit merasa tak cocok berkecimpung di situ. “Saya berpikir, saya cocoknya jadi guru,” timpal pria yang kini menduda setelah istri tercintanya, Sugiharti, meninggal pada September 2017. Enam tahun sebelum pensiun, Bibit sudah menyiapkan diri alih profesi. Dia tahu, uang pensiunan polisi pas-pasan. Sebelum pensiun, gajinya hanya sekitar Rp 5 juta. Dia sempat merasakan menikmati tunjangan Rp 25 juta. Tapi, kebijakan itu keluar, ketika Bibit berada di penghujung masa aktifnya.

Lalu, berapa uang pensiunnya? “Kabarnya Rp 4 juta per bulan. Saya nggak tahu, nggak pernah ambil. Saya titipkan ke istri. Setelah meninggal, saya titipkan ke anak,” bebernya. Tahun 1994, Bibit melanjutkan studi S2 di Binus dan S3 di UNJ. Dia meraih gelar doktor pada 2002. Setelah itu, Bibit mulai mengajar. Di Binus, dia bekerja di Komite Kemahasiswaan. Oleh Rektor Binus waktu itu, Bibit ditugaskan membantu Biro Kemahasiswaan menangani anak-anak bermasalah, terutama yang aktivis.

Tahun 2003, Bibit mengajar S3 di UNJ. Dia sempat “mendidik” Wiranto dan Ali Mochtar Ngabalin. Tahun 2004, Bibit menjadi Rektor di Universitas Bhayangkara (Ubhara) di Bekasi. Tiga tahun kemudian, Bibit meninggalkan jabatannya lantaran kurang sreg karena beberapa usulannya ditolak yayasan kampus itu. Bibit pun memilih menjadi Komisioner KPK. “(Di Ubhara) Gaji nggak seberapa, jauh dari KPK. Waktu itu di KPK Rp 60 juta. Saya jadi rektor cuma Rp 2,3 juta,” ungkap Bibit. 

Baca juga : Minta Pulangkan Dubes Saudi, Bos NU Marah Besar

Selepas dari KPK tahun 2011, Bibit masih terus mengajar. “Soalnya pesangon KPK hanya Rp 200 juta, setahun habis,” ujar Bibit sambil tertawa. Di UI, Bibit sempat mengajar S2. Di UNJ, dia meneruskan mengajar S3 hingga berhenti pada 2016. Kini, dia hanya menjadi dosen di PTIK. Tapi, kesibukannya tetap luar biasa. Sejak 2017, Bibit diangkat menjadi Penasihat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bibit juga diangkat menjadi Ketua Satgas Dana Desa Kemendes. Bibit turut membantu Dirjen Peternakan, “mengawal” proyek pemberian 10 juta ayam untuk masyarakat tidak mampu. 

Selain itu, Bibit menjadi konsultan bagi Bupati Subang yang baru terpilih, Ruhimat, untuk membangun wilayah itu agar tak diperkarakan KPK seperti dua bupati sebelumnya. “Alhamdulillah sudah 18 tahun saya pensiun, tapi selalu ada kerjaan. Kalau saya nggak nikmati sekarang, lalu kapan saya nikmatinya?” ujar Bibit yang mendirikan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GNPK) pada 2017. [OKT]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.