Dark/Light Mode

Silaturahmi Pemerhati Pendidikan & Pelayanan Kedokteran Dengan Rakyat Merdeka

Kelelahan, Dokter Pantang Menyerah

Kamis, 29 Juli 2021 08:00 WIB
Ilustrasi, sejumlah tenaga kesehatan bersiap sebelum melakukan perawatan terhadap pasien Covid-19. (Foto: Antara)
Ilustrasi, sejumlah tenaga kesehatan bersiap sebelum melakukan perawatan terhadap pasien Covid-19. (Foto: Antara)

 Sebelumnya 
Untuk mengatasi kekurangan dokter di wilayah tertentu, solusinya relokasi dokter ke daerah yang membutuhkan. Atau dilakukan pemanggilan dokter untuk tugas khusus. Di daerah, dinas kesehatan bisa membuka kesempatan merekrut tenaga dokter lepas. Ditempatkan di lokasi isolasi dan RS rujukan Covid.

Kedua, mereka mencium upaya penghilangkan program studi pendidikan dokter layanan primer, dalam revisi UU tersebut. Padahal layanan primer amatlah penting. Di negara-negara maju, layanan ini disebut sebagai family doctor atau dokter keluarga. Pendidikannya disebut general practitioner.

Dr dr Dhanasari Vidiawati Sanyoto, SpDLP MSc, Spesialis Layanan Primer dari Universitas Indonesia mengatakan, rekomendasi WHO menyebut, layanan primer harus ditumbuhkan di semua negara di dunia. Layanan ini ibarat gate keeper, ujung tombak penanganan penyakit, sebelum ke tingkat sekunder dan tertier di rumah sakit.

Baca juga : Rakyat Lelah, Tapi Jangan Menyerah

Yang terjadi sekarang, banyak dokter yang praktek di Puskesmas, katagorinya masih “hijau” dan tidak diberi pelatihan apapun. Padahal, jika ada layanan primer di tingkat ini, beban rumah sakit akan jauh berkurang. Karena, tidak semua pasien berobat ke rumah sakit.

Dr Sugito mencontohkan, sakit diabetes. Ini lebih baik dicegah daripada diobati. Jika bisa dihandel di tingkat layanan primer, rumah sakit tidak akan kebanjiran layanan sekunder diabetes yang sudah parah. Dokter di rumah sakit, ke depannya bisa leluasa melakukan penelitian. “Sekarang ini, banyak dokter kita hanya baca hasil penelitian luar negeri,” ujarnya.

Contoh lain, sakit kanker. Seringkali pasien masuk rumah sakit saat parah, stadium 3-4. Ini mestinya, bisa dihandel pengobatan sejak awal dan biaya lebih murah di layanan primer.

Baca juga : Pemerintah Bisa Berhentikan Sementara Kepala Daerah Yang Mbalelo

“BPJS ini lama-lama bisa jebol kalau terus menerus membiayai layanan sekunder. Di negara maju, layanan primer itu memiliki dokter-dokter yang bagus, sehingga efektif menangani penyakit, sekaligus efisien dalam penggunaan anggaran negara,” katanya.

Mungkinkah ada dokter spesialis yang kuatir kehilangan pasien jika ada layanan primer? Menjawab ini, Dr Dhana mengatakan, memang ada gap, antara layanan spesialis dengan layanan primer. Hambatan utamanya, justru datang dari kelompok dokter itu sendiri. Padahal, di layanan primer, dokternya dilatih deteksi dini dan mengetahui arah penyakit. Sehingga penanganannya benar. “Tidak mungkin terjadi perebutan pasien, atau kekurangan pasien di layanan spesialis,” katanya.

Layanan primer yang saat ini dianggap baik dan bisa dicontoh Indonesia, ada di Thailand dan Kuba. Layanan primer (primary health care) di Kuba bahkan tergolong sangat bagus dan diakui dunia. Fasilitas kesehatan tingkat pertamanya dengan menempatkan satu dokter untuk melayani 100-150 keluarga, atau setingkat RT. Lalu di setiap 40.00 penduduk barulah ada poliklinik setingkat puskemas, tempat rujukan dari 66 dokter keluarga. Puskemas melayani pengobatan kedaruratan, pencegahan, hingga promosi kesehatan.

Baca juga : Jangan Ada Seorang Pun Merasa Paling Pahlawan

“Negara dengan layanan primer yang baik, pasti kualitas kesehatan masyarakatnya juga baik,” ujarnya. [Ratna/SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.