Dark/Light Mode

Kasus Suap Pencairan Dana Hibah KONI

Aspri Menteri Atur Jatah Fee Pejabat Kemenpora

Selasa, 7 Mei 2019 10:51 WIB
Aspri Menpora Miftahul Ulum setelah di periksa KPK. (Foto : Istimewa).
Aspri Menpora Miftahul Ulum setelah di periksa KPK. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Nama Miftahul Ulum, asisten pribadi (aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi kembali disebut-sebut dalam sidang kasus suap pencairan dana hibah KONI.

Ulum yang mengatur besaran fee dan duit yang akan dibagi-bagikan kepada pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). 

Peran Ulum diungkapkan dalam surat dakwaan perkara tiga pejabat dan staf Kemenpora yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin. 

Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Adhi Purnomo serta staf Eko Triyanto didakwa menerima suap dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy. 

Rasuah itu terkait persetujuan dan pencepatan pencairan dana hibah untuk KONI tahun anggaran 2018. Mulyana menerima mobil Fortuner VRZ TRD hitam metalik nomor polisi B 1749 ZJB, uang Rp 300 juta, kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp100 juta serta handphone Samsung Galaxy Note 9. Sementara Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima Rp 215 juta.

Perkara ini berawal saat Ketua Umum KONI, Tono Suratman, mengajukan proposal permohonan dana hibah kepada Kemenpora tanggal 28 Desember 2017. Dana yang diminta Rp 51.529.854.500.

Baca juga : Eni Ngaku Kasih Uang Pada Aspri Menpora

Menpora Imam Nahrawi membuat disposisi kepada Mulyana untuk menelaah proposal KONI. Disposisi diteruskan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, PPK dan Tim Verifikasi untuk melakukan kajian layak tidaknya proposal KONI. 

Untuk memperlancar proses persetujuan proposal, Mulyana meminta mobil kepada Supriyono, Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON). Supriyono meneruskan ke Sekjen KONI. 

Ending Fuad Hamidy menyanggupi dan memberikan uang. Supriyono yang membeli Fortuner seharga Rp489 juta atas nama sopirnya Widhi Romadoni. Widhi menyerahkan mobil itu ke Mulyana pada April 2018. 

Hasil verifikasi atas proposal KONI menyetujui pemberian dana hibah sebesar Rp 30 miliar. Mulyana dan Adhi menyarankan Ending berkoordinasi dengan Ulum mengenai fee yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora. 

Setelah koordinasi dengan Ulum, disepakati fee yang akan diberikan berkisar 15-19 persen dari total dana hibah yang diterima KONI. 

Pada 6 Juni 2018, dilakukan pencairan dana hibah tahap 1 sebesar 70 persen, yaitu Rp21 miliar. Setelah dana cair, Mulyana kembali menerima fee Rp 300 juta. Uang itu diberikan Johny pada bulan Juni 2018 di ruangan Mulyana. 

Baca juga : Hari Ini, Menteri Agama Diperiksa KPK

Sementara pencairan tahap 2 sebesar 30 persen atau Rp 9 miliar dilakukan pada 8 November 2018. Dengan cara transfer ke rekening KONI. KONI kembali mengajukan proposal bantuan dana Rp 27.506.610.000. Menpora kembali membuat disposisi untuk mengkaji proposal tersebut. 

Mulyana meminta uang Rp 100 juta dan handphone Samsung kepada Ending. Saat bertemu Mulyana di restoran Bakso Lapangan Tembak Senayan 27 November 2018, Johny menyerahkan handphone dan kartu ATM dengan saldo Rp 100 juta. 

Setelah menerima pemberian itu, Mulyana menyarankan KONI revisi proposal. Pada 28 November 2018, KONI mengajukan proposal dana hibah sebesar Rp 21.062.670.000. 

Namun proposal dibuat tanggal mundur (backdate) yakni 10 Agustus 2018. Menpora meminta Mulyana mengkaji proposal KONI. Hasilnya, layak. Kemenpora lalu mentransfer ke rekening KONI. 

Setelah dana hibah cair, Ulum memberikan arahan kepada Ending mengena daftar nama pejabat Kemenpora yang akan menerima fee. Di antaranya Mulyana dengan kode "Mly", Adhi Purnomo dengan kode "Ap" dan Eko dengan kode "Ek".

Pada 14 Desember, Ending dan Johny menandatangani kuitansi pembayaran dukungan dana hibah Kemenpora ke KONI. Tiga hari kemudian, Adhi menyuruh Eko menyampaikan kepada Ending surat pencairan dana sudah terbit. 

Baca juga : KPK Sita 2 Ruko di Manado dan 1 Rumah di Sentul Milik Pejabat PUPR Lampung

Eko lalu menemui Ending. Hasil pertemuan, Ending akan memberikan “tanda terima kasih”. Pesan ini disampaikan ke Adhi. "Kalau ada tanda terima kasih Insya Allah saya akan gunakan untuk membayar cicilan rumah," kata Adhi .

Esok harinya, Ending mengucurkan uang Rp 215 juta kepada Eko. Uang itu untuk diberikan ke Adhi. Saat hendak menyerahkan uang, Eko ditangkap KPK. Berikut barang bukti uang pemberian Ending. 

Menurut jaksa, perbuatan Mulyana diancam pidana Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan Adhi dan Eko didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [BYU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.