Dark/Light Mode

Eni Saragih Perkuat Dugaan Kongkalikong Sofyan Basir

Rabu, 8 Mei 2019 21:16 WIB
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. (Foto: Mohamad Qori Haliana/Rakyat Merdeka).
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. (Foto: Mohamad Qori Haliana/Rakyat Merdeka).

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih menegaskan kembali adanya sejumlah pertemuan yang dihadiri tersangka Direktur Utama PLN Sofyan Basir.

Tujuannya, untuk meloloskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited sebagai penggarap proyek PLTU Riau-I.

“Pertemuan kan teman-teman sudah tahu, di fakta persidangan juga sudah. Semua sudah terang benderang, sudah saya sampaikan apa adanya sampai hari ini,” kata Eni di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/5).

Eni yang diperiksa sebagai saksi untuk Sofyan mengaku tak ada hal baru yang ditanya penyidik dalam pemeriksaan. Semua yang dikonfirmasi penyidik, kata dia, masih sama dengan materi pemeriksaan sebelumnya.

Baca juga : Nurbaya: Pengelolaan Lingkungan Makin Baik

“Jadi cuma mengulang saja (pertanyaan). Pertanyaannya sudah pernah ditanyakan sebelum-sebelumnya,” imbuhnya.

Sofyan bersama-sama dengan Eni dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.

Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015.

Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Sayangnya, surat tak ditanggapi.

Baca juga : KPK Segera Periksa Sofyan Basir

Kotjo akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I. Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali.

Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Kotjo. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.

Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Kotjo mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.

Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Baca juga : Yang Sudah Baik Jangan Dibongkar-bongkar Lagi

Kotjo kemudian meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.

Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Kotjo, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum 6 tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.