Dark/Light Mode

Catatan Joko Santoso, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas

Membaca Membentuk Bangsa

Selasa, 17 Agustus 2021 16:58 WIB
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso (Foto: Istimewa)
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Setelah 76 Tahun Merdeka 
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional tahun 2020, koleksi Perpustakaan Nasional berjumlah 5.967.301 eksemplar. Jumlah koleksi bahan perpustakaan pada seluruh perpustakaan umum di provinsi, kabupaten/kota adalah 22.318.083 eksemplar. Jumlah koleksi nasional ini dibanding dengan jumlah penduduk masih sangat kurang memadai. Sesuai dengan standar Unesco rasio ketersediaan bahan bacaan dibanding penduduk minimal 1:2. Unesco mensyaratkan minimal 2 bahan bacaan tersedia di perpustakaan umum untuk setiap penduduk di suatu wilayah. Berdasarkan standar ini, jumlah kekurangan bahan bacaan di Indonesia sebanyak 536.148.914 eksemplar.

Data Permintaan ISBN ke Perpustakaan Nasional dalam setahun (2020) sebanyak 135.802 judul. Namun, tidak semua ISBN yang didaftar tidak semua diterbitkan secara massal dan komersial. Banyak di antaranya hanya diterbitkan dan diedarkan secara terbatas, sehingga jumlah kekurangan bahan bacaan untuk masyarakat masih terbuka.  

Di sisi lain, dalam soal membaca, laman The Digital Reader yang didukung oleh Amazon pada 10 November 2020 merilis infografik Kebiasaan Membaca Dunia 2020. Terdapat beberapa sorotan dari infografis tersebut yang menarik untuk dicermati mengingat tahun 2020 mulai berkecamuknya pandemi Covid-19. Misalnya, dalam soal waktu yang dihabiskan untuk membaca per minggu, dari 22 negara negara yang diperingkat, India disebutkan membaca lebih banyak dari negara lain. Mereka membaca rata-rata 10 jam 42 menit per minggu. Diikuti oleh Thailand pada peringkat kedua, dengan lama waktu membaca per minggu 9 jam 24 menit. China menduduki peringkat ketiga dengan lama membaca per minggu rata-rata 8 jam. Indonesia menduduki peringkat ke-16 dengan lama waktu membaca per minggu rata-rata 6 jam. Peringkat Indonesia ini di atas Argentina yang memiliki waktu rata-rata membaca per minggu 5 jam 54 menit. Negara yang kita pandang maju, seperti Canada, bahkan di peringkat 20 dengan lama membaca per minggu rata-rata 5 jam 48 menit. Jerman dengan rata-rata 5 jam 42 menit sama dengan Amerika Serikat.  

Baca juga : Menhub Ingatkan Kepala Daerah Jangan Sungkan Minta Bantuan

Peringkat Indonesia ini jika dibanding dengan hasil riset serupa oleh NOP World Culture Index Score pada tahun 2018, kegemaran membaca masyarakat Indonesia berada pada urutan ke-17 dari 30 negara yang diriset. Artinya, pada situasi pandemi di tahun 2020 lalu, peringkat membaca Indonesia naik, namun tingkat rata-rata membaca tetap, yakni 6 jam per minggu.

Riset internasional dalam membaca ini jika kita bandingkan dengan riset yang dilakukan Perpustakaan Nasional pada tahun 2020, frekuensi membaca masyarakat Indonesia rata-rata 4 kali per minggu dengan durasi membaca 1 jam 36 menit per hari atau 9 jam 52 menit per minggu, dan jumlah buku yang dibaca 2 judul buku per 3 bulan. Nilai tingkat gemar membaca masyarakat sesuai dengan kajian ini pada tahun 2020 adalah 55.74 atau kategori sedang. Nilai ini merupakan peningkatan yang signifikan dibanding dengan nilai tingkat gemar membaca masyarakat pada tahun 2016 sebesar 26.5 atau kategori rendah. 

Hal ini merupakan bukti sekaligus membantah bahwa tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia tidak rendah, melainkan bahan bacaan yang sangat kurang. Menyikapi hal ini pemerintah, pemerintah daerah, berbagai komunitas dan pegiat literasi telah bahu-membahu bekerja sama menyediakan dan mendistribusikan bahan bacaan untuk masyarakat. Upaya itu terus dilakukan melalui program taman bacaan masyarakat, pojok baca digital, penguatan duta baca daerah, ekstensifikasi layanan perpustakaan keliling dengan moda transportasi roda empat dan roda dua, bantuan buku dan sarana perpustakaan untuk perpustakaan komunitas, perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan, perpustakaan Pondok Pesantren, perpustakaan Rumah Sakit, promosi budaya baca, publikasi media massa dan sosial. Para pegiat literasi secara bahu-membahu membangun pustaka bergerak dengan simpul seluruh pelosok Indonesia, ada bemo pustaka, bendi pustaka, becak pustaka, kuda pustaka, motor pustaka, moken pustaka, perahu pustaka yang bergerak dengan inisiatif kelompok maupun pribadi gigih mendongkrak terus tingkat gemar membaca masyarakat.   

Baca juga : Perempuan Dan Hari Merdeka

Indonesia memiliki luas wilayah 1.922.570 kilometer persegi, dengan 17.504 pulau. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia. Jumlah penduduk Indonesia saat ini 270,2 juta jiwa, tersebar di 34 provinsi; 416 kabupaten; 98 kota; 7.024 kecamatan; dan 81.626 desa (BPS, 2020). Luas wilayah dan sebaran penduduk Indonesia tersebut merupakan tantangan tersendiri dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Sumber daya manusia unggul dapat tercapai jika memiliki literasi yang tinggi. Literasi yang tinggi hanya dapat dicapai oleh masyarakat yang tinggi tingkat membacanya. 

Dalam memperkuat budaya literasi, harus ada upaya holistik dan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Penguatan peran dan kehadiran negara yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI, dan Polri, para akademisi di perguruan tinggi, penulis buku, penerbit, pengusaha rekaman, penerjemah, penyadur dan media massa harus bahu-membahu memperkuat ekosistem literasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah saling mendukung dalam pengaturan regulasi pengadaan dan distribusi bahan bacaan untuk masyarakat, termasuk dalam hal ini peningkatan anggaran belanja buku. 

Dengan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak, kita dapat memperkecil ketimpangan antarwilayah dalam akses pengetahuan. Dengan pemenuhan ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan umum, masyarakat mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh layanan serta memanfaatkan sumber daya pengetahuan, meskipun mereka berada di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang. Termasuk dalam hal ini masyarakat dengan latar belakang sosial dan ekonomi, dalam kondisi fisiologis dan psikologis apa pun berhak mendapat akses pengetahuan melalui berbagai bahan bacaan di perpustakaan.

Baca juga : Antisipasi Bencana Di Tengah Pandemi

Tingkat kegemaran membaca seseorang akan mempengaruhi wawasan, mental serta perilaku seseorang. Dalam masa pandemi Covid-19 ini kemampuan literasi mempengaruhi apakah informasi kesehatan dapat diterima lebih baik oleh masyarakat sehingga mampu menekan jumlah korban. Negara dengan nilai rata-rata tingkat literasi yang lebih rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang pandemi dibandingkan negara yang tinggi tingkat literasinya. Sebaliknya, masyarakat dengan kemampuan literasi yang lebih tinggi cenderung akan lebih sadar terhadap rentannya kondisi pandemi. Mereka akan mampu mendeteksi gejala secara mandiri, mengantisipasi berbagai kemungkinan munculnya risiko, mampu berpikir positif, bahkan tetap produktif di masa pandemi.   

Pemulihan sosial ekonomi masyarakat dampak pandemi akan lebih cepat dengan adanya pusat-pusat layanan literasi sampai ke tingkat desa. Perpustakaan desa dan pegiat literasi di tingkat desa dapat berperan dalam transformasi pengetahuan dan pemberdayaan berbagai potensi masyarakat berbasis pengetahuan. Inilah pembangunan literasi masyarakat yang sesungguhnya.***

Merdeka…!!!!
Jakarta, 17 Agustus 2021 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.