Dark/Light Mode

86% Dari 1.298

Koruptor Didominasi Sarjana

Minggu, 24 Oktober 2021 08:25 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD dalam acara silaturahmi dengan senat akademik dan dewan profesor Universitas Diponegoro Semarang, Kamis (21/10/2021). (Foto: YouTube Undip TV Official)
Menko Polhukam Mahfud MD dalam acara silaturahmi dengan senat akademik dan dewan profesor Universitas Diponegoro Semarang, Kamis (21/10/2021). (Foto: YouTube Undip TV Official)

 Sebelumnya 
“Jadi koruptor dari perguruan tinggi dari lulusannya itu tidak sampai 0,00001 persen tidak ada,” ungkap Mahfud.

Meskipun koruptor ini didominasi kalangan sarjana, kata Mahfud, persentase jumlah lulusan perguruan tinggi yang menjadi terpidana kasus korupsi terbilang sangat sedikit. Namun, jika dilihat dari sudut pandang koruptor sebanyak 1.298 orang, 86 persennya terpidana kasus korupsi dari lulusan perguruan tinggi. “Berarti lulusan perguruan tinggi itu paling dominan korupsi,” ucap Mahfud.

Menanggapi hal ini, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar menganggap praktik korupsi tidak mudah dilakukan. Karena harus memiliki nalar. Selain harus punya kesempatan dan keberanian, koruptor harus punya perhitungan.

Baca juga : Erick Dorong Santri Jadi Motor Ekonomi Syariah

“Karena itu, tidak heran kalau para koruptor itu juga pernah belajar logika,” ulas Fickar saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.

Ketika masih ada sarjana yang korupsi, berarti mereka masih butuh banyak harta. Belum memenuhi standar kecukupan yang diukur dan ditargetkannya. Sehingga, ukuran keserakahannya bergantung pada nafsu, bukan pada ratio.

Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah justru menilai dikotomi semacam itu jelas menyesatkan opini. Seolah ada tendensi perguruan tinggi sebagai penguat seseorang lakukan pencurian uang negara. Padahal mencuri adalah tindakan kriminal personal.

Baca juga : Telkom Dorong Kreator Gim Lokal Hasilkan Karya Mendunia

Kata Dedi, jika harus disandarkan pada latar seseorang, maka banyak yang harus bertanggung jawab. Sebut saja tokoh agama dan tokoh adat, serta tradisi kultural di balik pelaku korupsi.

“Nurul Gufron sendiri civitas akademik. Dan dia tidak terlihat punya gagasan pemberantasan korupsi yang signifikan,” kritik Dedi.

Meski tidak dapat dipungkiri, ia mengakui, saat ini mayoritas perguruan tinggi tidak menjadikan mata kuliah antikorupsi sebagai mata kuliah umum atau Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.