Dark/Light Mode

Anker Nyobain Bus

Kamis, 27 Juni 2019 07:52 WIB
Ngopi - Anker Nyobain Bus
Catatan :
ANGGOWO ADI SEPTANINGRAT

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejatinya saya Anker (Anak Kereta). Cukup hafal segala hal berbau kereta api hingga pernah bercita-cita menjadi masinis. Namun beberapa minggu terakhir, saya asyik menonton YouTube anak-anak Busmania. Mungkin karena saya senang menyetir dan ngebut.

Sejak bolak-balik menonton video para pengais rezeki dari itu, saya pun jadi cukup hafal nama beberapa PO (Perusahaan Otobus) kondang karena kecepatan dan unit busnya yang mewah. Jelang Lebaran lalu, istri dan anak pergi duluan berlibur ke Malang. Saya baru ada waktu menyusul pada H-2.

Berhubung tiket kereta habis dan pesawat mahal sekali, akhirnya saya memutuskan naik bus. “Kursi ada. Langsung datang saja ke loket mas,” begitu pesan balasan bagian tiketing GH, bus yang akan saya naiki. GH, PO berciri livery warna hijau yang dimiliki oleh pengusaha asal Bali.

Baca juga : Selamat Nyoblos, Bung!

Senin jam 12 siang saya sampai di Pulo Gebang, Terminal Terpadu bus terbesar di Asia Tenggara. Setelah masuk lewat pintu Barat, saya naik ke lantai 1. Disini semacam pusat perbelanjaan. Ada banyak kios penjual pakaian hingga makanan. Lalu saya naik eskalator lagi ke lantai mezanine.

Disinilah pusat aktivitas penjualan tiket bus antar kota antar provinsi (AKAP). Kala itu sangat ramai, pe- numpang, petugas, dan calo saling bersahutan. Sampai di loket GH, saya diberikan pilihan jenis bus dan jam keberangkatan. “Busnya sudah ada di atas,” ujar petugas usai saya membayar Rp650 ribu, tarif khusus Lebaran.

Saya pun bergegas ke lantai 2 alias tempat tunggu penumpang dan parkir bus. Setelah mencari di antara sekian banyak yang parkir, saya akhirnya naik ke dalam GH seri Mercedez- Benz OC500RF 2542 yang kerap disebut bus Tronton. Saya langsung takjub dengan suasana dalam kabin. Bus dengan kapasitas 36 kursi ini dilengkapi leg rest, toilet, USB charger, selimut, bantal, dan audio ampli video on demand.

Baca juga : Anyep, Nasib Bang Khairul

Tepat sesuai jadwal jam 1 siang, bus berangkat dan langsung masuk tol JORR lalu sambung ke tol Jakarta-Cipali. Namun di Bekasi Timur, bus mampir dulu ke agen. Setelah setengah jam, bus jalan lagi dengan kondisi seat yang tidak penuh terisi. Setelah merebahkan kursi, diiringi lagu dangdut dari audio sentral, saya tertidur. 

2 jam kemudian, saya dibangunkan kernet untuk servis makan gratis di RM Singgalang Jaya, daerah Cikamurang. Disana tumplek blek pemudik dari berbagai PO. Hanya diberikan waktu 30 menit, bus jalan lagi dan kembali masuk Tol Cipali. Seolah mobil pribadi, bus ini mulai kencang dan meliuk-liuk di tol. Tapi seolah tak terasa goncangan di dalam, begitu senyap. 

Sampai daerah Pemalang, saya merokok di smoking area di belakang bus, lalu menonton kartun di VOD dan kembali tertidur. Pukul 22.00 saya terbangun saat bus melaju di Tuban, jalur legendaris Pantura. “Kok nggak full tol TransJawa? Apakah ingin ngirit atau jalan ini sekarang sepi,” gumam saya dalam hati.

Baca juga : Broner Jadi Buronan Polisi AS

Namun pertanyaan itu seketika lenyap karena tak terasa jam 00.30 sudah sampai di Terminal Bungur Asih, Surabaya. Usai menurunkan penumpang, bus jalan lagi dan masuk tol Pandaan. Ternyata hanya butuh 1 jam sampai Malang. Alhasil, Jakarta-Malang pakai bus malam makan waktu sekitar 13 jam. Lebih cepat dari kereta api yang biasanya 16 jam. Wow banget! ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :