Dark/Light Mode

Dikejar-kejar Yang Mau Minjemin Uang

Jumat, 27 Desember 2019 05:03 WIB
Ngopi - Dikejar-kejar Yang Mau Minjemin Uang
Catatan :
UJANG SUNDA

RM.id  Rakyat Merdeka - Di zaman sekarang, yang dikejar bukan cuma orang yang punya utang dan nggak bayar-bayar. Orang yang "potensial" untuk diutangi juga dikejar-kejar. Setiap ada kesempatan, langsung dipepet dan ditawari untuk ngambil pinjaman.

Saya termasuk yang dikejar-kejar. Yang ngejarnya adalah telemarketing bank. Memang, dikejarnya tidak dengan lari-larian, tapi ditelepon berkali-kali. Kalau dihitung, mungkin sudah ratusan kali. 

Saya punya beberapa rekening bank, termasuk rekening payroll, tempat masuknya uang gaji dari kantor. Nah, dari rekening-rekening itu, ada dua bank yang suka nelepon untuk menawarkan sesuatu. Tapi, yang paling sering nelepon cuma satu. Kalau sedang "kumat" telemarketing bank tersebut bisa nelepon sampai 5 kali dalam sehari. Orang yang neleponnya beda-beda. Kadang perempuan, kadang laki-laki.

Baca juga : Diserang Asam Lambung

Yang ditawarkan ada tiga produk, yaitu kartu kredit, asuransi, dan pinjaman uang. Yang paling sering adalah pinjaman uang. Saya sudah berkali-kali menolak, baik dengan tegas maupun dengan halus, tapi terus saja ditawari. Kadang saya cuekin juga. Teleponnya tidak saya angkat. Tapi, mereka menggunakan nomor berbeda-beda, sehingga kadang saya terjebak juga.

Kadang, saya jengkel juga. Suatu waktu, saya sedang mengendarai sepeda motor. Tiba-tiba, ada telepon. Takut ada hal penting, saya angkat. Sampai saya bela-belain cari tempat yang tidak terlalu bising. Ternyata, dari telemarketing dari bank itu.

Dalam menawarkan pinjaman, telemarketing itu juga sering maksa. Sekitar 2 tahun lalu, saya sempat "meladeni" telemarketing itu. Setelah bicara ke sana-ke mari, telemarketing itu bilang saya punya kesempatan untuk meminjam dana Rp 7 juta sampai Rp 10 juta.

Baca juga : Pensiun dari Persija, Bambang Pamungkas Menahan Tangis

"Maaf Mba, saya nggak berminat. Saya juga nggak lagi kepepet" jawab saya, masih halus.

Namun, si telemarketing itu tak menyerah. Kata dia, saya nggak perlu nunggu butuh untuk pinjam. Kalau tidak ada kebutuhan, dana tersebut bisa dibuat untuk investasi. "Misalnya dibelikan emas, Pak," bujuknya.

Di dalam hati saya bilang, "Emang gua bodoh beli emas dari hasil pinjaman. Emang laju kenaikan harga emas bisa menutupi bunga dari pinjaman itu."

Baca juga : Ini Perkara-Perkara Yang Diurus Nurhadi

Saya berusaha untuk menolaknya lagi. Tapi, telemarketing itu terus maksa. Karena jengkel, saya balikin aja ke dia. "Mba, kalau gitu, Mba sendiri aja yang beli emasnya, Mba sendiri yang investasinya. Jangan nyuruh saya," ucap saya, sedikit meninggi. 

Beberapa bulan lalu, saya kejebak untuk kembali meladeni telepon telemarketing itu. Kali ini, tawaran utangnya lebih besar. Mencapai Rp 70 juta. "Wow," kata saya dalam hati. Saya berusaha kembali menolak tawaran itu. Karena saya merasa tidak perlu pinjaman, apalagi sebesar itu. 

Sama seperti yang lalu-lalu, telemarketing ini juga nggak kenal nyerah. "Uangnya bisa buat renovasi rumah atau buat DP beli mobil baru, Pak," bujuknya. Mendengar ini, saya geleng-geleng. Daripada nanti jengkel, saya akhiri saja teleponnya. "Maaf ya Mba, saya nggak perlu," ucap saya sambil menutup telepon.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.