Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Ada Sejak Tahun 1999
UU Perlindungan Konsumen Sudah Selayaknya Direvisi
Sabtu, 21 Januari 2023 07:45 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyoroti Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK) yang dinilai sudah usang, ada sejak tahun 1999. UU ini perlu direvisi mengikuti perkembangan zaman.
Hidayat mengatakan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sudah diamandemen. Hasilnya, kedaulatan ada di tangan rakyat, sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
“Rakyatlah yang berdaulat, wajar rakyat harus mendapatkan hak-hak mereka seperti soal konsumen dan perlindungannya,” ujarnya.
Dengan itu, Hidayat mendukung usulan revisi UU PK yang diinisiasi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Karena memang, banyak perkembangan di tingkat kebijakan negara yang tidak memenuhi prinsip perlindungan konsumen.
“Sementara UUD 1945 hasil amandemen banyak memuat ketentuan baru yang menguatkan orientasi pemenuhan hak konsumen, bahkan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM),” tegas Politikus Senior PKS ini.
Baca juga : Jika Ada Masalah Perkebunan dan Hutan, Ahli: Sanksinya Administratif
Untuk melakukan revisi undang-undang tersebut, lanjutnya, rakyat dan organisasi yang ada di masyarakat bisa mengusulkannya ke fraksi-fraksi di DPR.
“Fraksi PKS siap memperjuangkan revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Tapi sebaiknya YLKI juga menghubungi Fraksi lainnya di DPR,” saran dia.
Pihaknya juga berinisiatif mengajukan rancangan undang-undang tentang bank makanan untuk kesejahteraan sosial. Hal ini diusulkan atas keprihatinannya terkait laporan besarnya kemubaziran pola makan dan mengelola makanan oleh masyarakat.
Dia menilai, pola makan masyarakat terlalu berhamburan dan pengelolaannya tidak efektif, sehingga menyisakan sampah dengan jumlah yang tidak sedikit.
“Sampah makanan yang tersisa, dalam satu tahun, dilaporkan nilainya mencapai lebih dari Rp 200 triliun,” ungkapnya.
Baca juga : Wamenaker Apresiasi Penanganan Kecelakaan Kerja Di PetroChina Jambi
Ketua YLKI Tulus Abadi mendesak DPR segera membahas amandemen UU PK untuk mengakomodir pengaduan konsumen pada era digital. Termasuk aduan mengenai refund yang marak sepanjang 2022.
“Saat ini, Undang-Undang PK sudah masuk prolegnas, sehingga DPR perlu segera melakukan pembahasan untuk melindungi masyarakat konsumen,” ujarnya.
Berdasarkan catatan YLKI, pengaduan seputar refund berada pada nomor urut pertama pada aduan terkait permasalahan belanja online. Sebanyak 32 persen dari konsumen terkait belanja online mengeluhkan proses refund yang lama dan melebihi tenggat waktu yang dijanjikan.
Padahal, secara regulasi refund merupakan hak konsumen yang dijamin oleh UU PK.
“Permasalahan refund dalam bertransaksi masih menjadi soal di berbagai sektor seperti uang tidak dikembalikan, uang dipotong, dan refund tidak jelas,” ungkap Tulus.
Baca juga : Ganjar Bikin Jateng Jadi Provinsi Dengan Pengawasan Pangan Segar Terbaik Di Indonesia
Selain mengenai refund, YLKI juga menilai UU PK yang akan diamendemen harus memberikan perlindungan pada produk adiktif. Karena pada undang-undang yang ada saat ini belum ada aturan yang mengatur terkait iklan, marketing, dan hal lainnya.
“Produk adiktif konsumen mesti menggunakan pendekatan berbeda. Harus ada pasal-pasal khusus yang dimasukkan dalam amandemen Undang-Undang PK tersebut,” pungkasnya. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya