Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
UU ITE Resmi Jadi Produk Legislasi
Aktivis Dan Jurnalis Punya Kebebasan Berpendapat
Kamis, 14 Desember 2023 07:20 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memenuhi harapan publik. Aktivis dan jurnalis tidak perlu lagi cemas bakal dipidana. Sebab, beleid baru ini justru melindungi kebebasan berpendapat.
Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan, revisi UU ITE ini menyelesaikan berbagai problem kontroversi, antara lain terkait transaksi digital dan kebebasan berpendapat.
“Hal baru terus diperbaiki karena kita terus mengikuti perkembangan zaman. Hukum itu harus transformatif dan terus mengikuti gerak dinamika di masyarakat,” kata dia di Jakarta, Rabu (13/12/2023).
Baca juga : NIVA Jadi Produk Kesehatan Karya Anak Bangsa Pertama Untuk Jantung
Habib memastikan, pasal karet dalam UU ITE telah direvisi dan direduksi, yakni di pasal 27 dan 28 yang memuat penegakan hukum terkait berpendapat dan persoalan Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan atau SARA.
Habib yang dulunya pengacara ini, banyak bergelut dengan kasus-kasus terkait pasal 27 dan 28 di UU ITE sebelum revisi. Kebanyakan klien yang dibelanya menyampaikan pendapat namun dijerat oleh pasal 27 dan 28 UU ITE yang lama.
“Makanya ketika di DPR, saya mengusulkan agar kedua pasal ini diganti atau diperbaiki,” ujarnya.
Baca juga : Demi Netralitas, Presiden Jangan Mau Fotonya Dipasang Bareng Capres
Dia mengapresiasi kinerja Komisi I DPR yang telah melakukan revisi atas pasal-pasal karet di dalam UU ITE ini bersama Pemerintah. Sebab, pasal 28 yang direduksi sebelumnya berbunyi, barang siapa menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian berdasarkan SARA, dipidana dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
Ketentuan tentang SARA pun di UU ITE ini juga menjadi sangat jelas. Sebab, selama ini persoalan SARA yang banyak mempidanakan orang, lebih kepada frasa ‘Antar Golongan’. Persoalan ‘Antar Golongan’ ini yang jadi momok, bisa jadi pasal karet.
“Karena di kasus Ahmad Dhani, dia mengejek orang, atau misalnya, organisasi tertentu, dia tidak kena unsur Suku, Agama, Ras-nya, tapi dia kena di Antar-Golongan. Begitu juga banyak kasus-kasus aktivis, kemudian jurnalis, dijerat dengan frasa ‘Antar-Golongan’ itu, karena ini jadi pasal karet,” ungkapnya.
Baca juga : Anggaran Kementan Nambah
Menurutnya, frasa ‘Antar-Golongan’ ini mengandung definisi yang tidak jelas. Nah, di UU ITE hasil revisi, semuanya diperjelas dan disebutkan dengan detail, contohnya menghina kelompok difabel (penyandang cacat).
“Yang namanya hukum itu kan yang paling penting rumusannya tidak karet. Dengan ketentuan baru ini, tidak lagi menjadi pasal karet, pasal 28 itu,” jelasnya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya