Dark/Light Mode

Bea Masuk Etanol Pakistan 0%: Demokrat Nolak, PAN Setuju

Minggu, 17 Februari 2019 06:21 WIB
Produk Etanol (Foto:Istimewa)
Produk Etanol (Foto:Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi VI DPR terbelah menyikapi permintaan Pemerintah untuk menyetujui bea masuk 0 persen atas etil alkohol (etanol) dari Pakistan. Ada yang setuju, ada yang menolak. Persetujuan bea masuk 0 persen ini merupakan salah satu poin ratifikasi perjanjian dagang Indonesia-Pakistan.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana menjadi salah satu yang menolak hal ini. Politisi senior Partai Demokrat ini tak setuju karena tak pernah dilibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam ratifikasi peraturan Pakistan tersebut. Dia kaget tiba-tiba ada poin bea masuk 0 persen untuk etanol.

“Pemerintah belum apa-apa, belum bicara dengan stake holders, sudah keluarkan Perpres ratifikasi kerja sama antara Indonesia-Pakistan. Ini pun permintaannya cukup berbahaya, minta bea masuk etanol 0 persen,” kata Azam, di Jakarta, kemarin.

Dia mengakui, Pakistan merupakan produsen etanol terbesar di dunia. Hanya saja, etanol sebenarnya masih bisa diproduksi dalam negeri. Kata Azam, produksi etanol dalam negeri masih cukup untuk memenuhi kebutuhan industri. Etanol yang diproduksi dalam negeri selama ini bersumber dari tebu dan komoditas lain.

Baca juga : KPK Tetapkan Politikus PAN, Sukiman

“Etanol itu kan pada umumnya untuk bahan minuman keras. Nah, kalau bea masuk kemudian dikenakan 0 persen, bisa marak minol (minuman beralkohol) dalam negeri. Indonesia dengan populasi 250 juta jiwa ini memang pasar yang sangat potensial. Tapi, di negara lain kan tidak ada namanya bea masuk etanol 0 persen. Malaysia saja 60 persen, kok kita mau 0 persen. Itu teorinya dari mana,” heran dia.

Anggota Komisi VI Nasril Bahar termasuk pihak yang setuju. Kata politisi PAN ini, ratifikasi itu merupakan permintaan Pemerintah menyikapi surplus perdagangan Indonesia-Pakistan. Dia tidak terlalu mempersoalkan poin ratifikasi, ini karena memang kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Pakistan selama ini berlangsung cukup baik. “Saya kira ini langkah yang baik,” ucapnya.

Dia sadar, tidak semua anggota Komisi VI setuju dengan ratifikasi itu. Sebagian anggota Komisi VI khawatirkan etanol asal Pakistan itu akan dibuat sebagai bahan baku minol. Untuk dirinya, tidak khawatir. Sebab, dari penjelasan Kemendag, etanol tersebut bukan untuk membuat miras.

“Dari kementerian sudah pastikan bahwa etil etanol ini banyak fungsinya. Untuk kosmetik, bahan obat-obatan. Jadi, bukan semata-mata untuk minol. Ini yang sesungguhnya perlu penjelasan lebih dalam dari kementerian,” ucapnya.

Baca juga : Pejabat BPJS Mundur

Sejauh ini, tambah Nasril, peredaran minuman keras sudah diatur sangat ketat. Tidak sembarangan orang bebas membeli produk ini. Setiap produk yang membahayakan diatur pengunaannya dari kementerian teknis.

Dia pun memastikan, pembahasan ratifikasi itu akan dilanjutkan. Sebab, ratifikasi itu penting untuk keberlangsung perdagangan antara Indonesia-Pakistan. “Berdasarkan hasil rapat, akan dibahas lebih lanjut,” katanya.

Berdasarkan keterangan Pemerintah, lanjut dia, Pakistan mengimpor cukup banyak komoditas dari Indonesia. Salah satunya sawit, dengan jumlah sangat besar. Kemudian juga buah pinang, yang dibutuhkan industri tekstil Pakistan. Data yang dimilikinya, ada 11 komoditas yang diekspor Indonesia ke Pakitan.

“Pakistan tentu tidak mau menerima posisi mereka defisit. Tentunya, mereka negosiasi dengan Indonesia untuk beberapa produk agas dibebaskan. Jadi, mesti ada take and gift antara Indonesia dan Pakistan. Ini yang menjadi titik tolak pembahasan,” paparnya.

Baca juga : Makna Perusakan Baliho Partai Demokrat

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan bahwa bea masuk 0 persen dalam tarif etanol dikhususkan untuk bahan baku non-minuman. Etanol tersebut akan dibuat produk lain seperti sabun, kosmetik, dan obat-obatan. Dalam pelaksanaannya juga, akan diatur dengan persyaratan dan pembatasan.

Enggar memastikan, Kemendag juga sangat memerhatikan masukan Majelis Ulama Indonesia terhadap etanol untuk minol ini. “Jadi, ini tidak berarti kita mempermudah minuman beralkohol. Sikap kami mengenai surat MUI, sangat kami perhatikan,” jelasnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.