Dark/Light Mode

Hati-hati Pak Maruf, Elektabilitas Bisa Jeblok

Jumat, 16 November 2018 11:47 WIB
Sekjen PDIP,  Hasto Kristiyanto (Foto: IG #hastokristiyanto)
Sekjen PDIP,  Hasto Kristiyanto (Foto: IG #hastokristiyanto)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ungkapan ‘budek dan buta’ yang disampaikan Ma’ruf Amin terus berlanjut. Ada dua laporan terhadap Ma’ruf di Bawaslu terkait ucapan tersebut. Awas, keceplosan omongan bisa bikin elektabikitas anjlok. Setelah Boni Syahrizal, anggota dari organ sayap Gerindra, Ma'ruf kembali dilaporkan ke Bawaslu atas kasus yang sama. Kali ini laporan datang dari seorang tunanetra bernama Yogi Matsuni yang tergabung dalam Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia. Dia menganggap, ucapan cawapres 01 itu deskriminatif.

Bukan hanya laporan, eks Rais Aam PBNU itu juga sampai didemo. Para penyandang disabilitas lakukan unjuk rasa di depan kantor MUI pada Rabu (14/11) kemarin. Sekjen PDIP  Hasto Kristiyanto berharap, pernyataan Ma'ruf Amin itu tidak dipolitisasi. Apalagi sampai terjadi aksi demo oleh penyandang disabilitas dan pelaporan ke Badan Pengawas Pemilu. "Itu kan sebuah pernyataan-pernyataan yang menurut kami tidak perlu dipolitisir apalagi dengan menggunakan kaum difabel untuk demo dan sebagainya," ujar Hasto.

Menurut Hasto, maksud ucapan Ma'ruf sudah jelas. Ma'ruf bermaksud menyampaikan bahwa ambisi kekuasaan yang dimiliki politisi jangan sampai membuat mereka buta dan tuli dengan prestasi Jokowi sebagai presiden. Hasto mengatakan Ma'ruf tidak bermaksud menyebut buta dan tuli secara fisik.

Baca juga : Prabowo-Sandi Banyak Minta Maaf, Berarti Banyak Salah

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA Ikrama Masloman mengatakan, masing-masing paslon harus berhati-hati dalam bertindak dan melemparkan pernyataan. Sebab, salah sedikit bisa jadi besar karena digoreng lawan politik. Misalnya kasus Ma'ruf Amin. Menurutnya, ucapan buta dan budek yang dilontarkan Maruf akan berpengaruh  jika ada pihak-pihak yang menggoreng. Juga sikap dari kelompok disabilitas yang menunjukkan kekecewaannya kepada publik.  

“Sekarang sudah cukup menjadi perhatian publik. Kalau isunya dihembuskan terus bisa menimbulkan sentimen negatif terhadap Ma'ruf. Bisa saja akan berimbas kepada elektabilitasnya,” ujarnya.

Bukan hanya Ma'ruf, Prabowo dan Sandiaga juga bisa tergerus elektabilitasnya. Salah satunya dari ucapan tampang Boyolali dan melangkahi makam salah seorang pendiri NU. "Sebanyak 50 persen dari warga mengikuti apapun yang diucapkan ulama. Jadi sangat berpengaruh terhadap elektoral,” ujarnya.

Baca juga : Dahnil Yakin dalam 5 Bulan Elektabilitas Prabowo Unggul

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengaku prihatin dengan dinamika pilpres saat ini. Bahkan dia menyebut, cara kampanye dua kubu baik Prabowo-Sandiaga maupun Jokowi-Ma'ruf sudah tidak sehat.

"Narasi-narasinya sekarang kan cuma kalau dikit-dikit lapor, dikit-dikit saling serang kan itu nggak sehat ya, jadi yang kita khawatirkan itu justru akan ada banyak masyarakat yang apatis nanti di Pemilu 2019, hasil survei itu sekarang swing voter justru meningkat, karena banyak masyarakat mulai  apatis dengan model-model kampanye yang saling serang," ujar Adi.

Adi menilai, baik kubu pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga lebih banyak mempertontonkan hal yang tidak substantif. Padahal, masyarakat lebih membutuhkan gagasan, visi dan misi dari pasangan tersebut daripada menunjukkan sikap saling lapor dan saling mencari kesalahan dari pasangan lawan sudah tidak sehat.

Baca juga : PSI Masih Nol Koma, Cuma Rame Di Medsos

"Belum nampak di dua bulan terakhir ini visi dan misi, nggak ada yang menarik bagi masyarakat kalau cuma suka mencari kesalahan masyarakat itu, ini kanperspektif elite, elite ini mestinya pertontonkan hal yang mendidik, hal yang ilmiah, memberikan satu kontribusi yang bagus,"kata Adi.

Direktur Indonesian Political Review (IPR) Ujang Komarudin menuturkan, kampanye saat ini hanya diwarnai dengan pencitraan antar kandidat. Bahkan, kampanye juga cenderung saling menjatuhkan lawan politik agar dilirik oleh pemilih.

Ia menyarankan cara tersebut segera ditinggalkan. Karena sangat jauh dari esensi demokrasi dan tidak mendidik masyarakat. Selain itu, kedua kubu juga harus berperan untuk membangun pencitraan dengan cara pengembangan visi misi dan program-program paslon. “Masyarakat akan tercerahkan, diarahkan, dibimbing hal-hal yang memang memiliki kualitas yang tinggi,” tukasnya. [HEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.