Dark/Light Mode

Jangan Cuma Sibuk Urus Kekuasaan

Parpol Mestinya Tiru Transportasi Online

Sabtu, 13 Februari 2021 06:25 WIB
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan. (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai politik (parpol) harus menjalankan fungsinya sebagai jembatan rakyat kepada negara, bukan sekadar hadir di Pemilu saja. Kalau cuma sibuk mengurusi kekuasaan, rakyat akan berpaling.

“Ini tantangannya, partai hanya hadir lima tahunan. Belum lagi, mudahnya kader berpindah-pindah partai,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan di acara diskusi Moya Institute yang disiarkan di jejaring YouTube, kemarin.

Menurutnya, posisi parpol sejatinya berada di antara masyarakat dan negara. Namun, saat ini parpol terlalu sibuk mengurusi tata kelola negara, baik itu di eksekutif maupun di parlemen. Ini membuat parpol dengan rakyat semakin berjarak.

“Harusnya hubungan partai dengan rakyat itu erat. Namun, pikiran, tingkah laku dan kebijakan parpol kita justru jauh dengan rakyat,” katanya.

Baca juga : Ketemu Dubes Jepang Kanasugi Kenji, BKS Bahas 8 Poin Penting Terkait Transportasi

Pengamat politik dari Universitas Paramadina ini tak memungkiri, demokrasi memang melelahkan. Namun, suka atau tidak, demokrasi masih dianggap sistem politik terbaik, sehingga parpol harus membiasakan diri lelah.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengamini soal ini.

Dia sampai berkelakar, jangan-jangan parpol saat ini telah menjelma menjadi mesin kekuasaan.

Padahal, kata Fahri, parpol adalah mesin pemikiran yang memiliki ruang terbuka dan antikritik.

Baca juga : Terobos Tembok Pemisah, Pekerja Palestina Ditembak Tentara Israel

“Narasi demokrasi itu ya kita harus membuka perdebatan dan membiarkan pikiran itu berserakan. Jangan ada pikiran yang diadili dan difasilitasi,” sebutnya.

Menurutnya, Presiden Jokowi sempat menyampaikan, Pemerintah butuh kritik pedas. Pesan itu sebaiknya dijadikan monumen persatuan pasca Pilpres 2019 yang telah mempolarisasi masyarakat.

Mantan Wakil Ketua DPR ini menilai, saat ini Indonesia berada di bibir otoritarianisme. Untuk menyelamatkannya, kualitas demokrasi harus ditingkatkan.

Sementara, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Faldo Maldini lebih berpikiran teknis. Menurutnya, parpol itu harus melahirkan produk nyata. Langsung dirasakan manfaatnya publik.

Baca juga : Semarang Banjir, BKS Cek Simpul Transportasi Terdampak

Dia menganalogikan, parpol itu harus bisa seperti perusahaan transportasi online.

Transportasi online, kata Faldo, langsung mengantarkan konsumen ke tujuan. Arahnya pun sesuai kehendak masyarakat. Jadi, harus ada produk yang dihasilkan.

Menurut dia, masyarakat sering terjebak di Pemilu dan kontestasi semata. Padahal, proses demokrasi itu menghasilkan aktor baru yang mungkin tidak berkembang ketika sistemnya otoritarian.

“Pemilu itu kaya bazar. Teman-teman parpol harus punya produk, masa kita kalah denganaplikasi,” tukasnya. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.