Dark/Light Mode

Cerita Tentang Nyoblos (4)

Sudah Dandan Keren, Sampe TPS Bingung Mau Coblos Siapa...

Minggu, 21 April 2019 14:12 WIB
Validasi surat suara Pilpres. (Ilustrasi: Foto Dwi Pambudo/RM)
Validasi surat suara Pilpres. (Ilustrasi: Foto Dwi Pambudo/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Empat dari lima surat suara yang harus dicoblos pada Pemilu 2019, bisa bikin pusing. Kalau surat suara capres-cawapres tidak bikin masalah, toh pasangan calonnya cuma dua. Foto capres-cawapres, riwayat hidup, sampai daftar kekayaannya, sudah sering beredar di TV, koran, sampai grup pertemanan, sehingga memilihnya pun gampang.

Sementara foto muka calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD, paling ketemunya di baliho dan spanduk. Itu pun kalau baliho atau spanduknya besar, jelas dan enak dilihat.

Masalahnya, di surat suara DPR, DPRD Kabupaten/Kota, nggak ada foto calonnya. Yang ada cuma nama, gelar, nomor urut, dan lambang partai. Kertas suara DPD masih mending, ada foto calonnya.

Masalah ini dikeluhkan sejumlah warga Depok, khususnya di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Jawa Barat. Caleg-caleg banyak yang tidak dikenal, masyarakat jadi bingung mau pilih yang mana. Seorang warga, sebut saja Asep, mengaku tidak kenal dengan calon anggota DPRD provinsi, DPRD kota, dan DPD yang bakal dicoblosnya.

Kalau calon anggota DPR mendingan, ada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang nyaleg lagi di Dapil Jabar VI yang meliputi Kota Depok dan Kota Bekasi. “Kalau yang dua menteri itu kita juga tahu orangnya,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Di saat bersamaan di TPS 36 Kukusan, Pak RT 02 Kelurahan Kukusan dan seorang pengurus pesantren di daerah setempat, didapuk jadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Keduanya beserta anggota KPPS lainnya, lumayan aktif mengajak warga untuk datang nyoblos. Patut dicatat, di Kelurahan Kukusan, satu TPS ada di setiap RT.

Bahkan Bu RT juga aktif mengingatkan warga yang undangan nyoblosnya belum diambil atau belum sempat diantarkan. “Mas, undangannya sudah diambil?” tanya Bu RT kepada saya saat berpapasan di jalan. Antara enak dan nggak enak ke Pak RT dan Bu RT, undangan nyoblos harus diambil jika masih di tangan Pak RT. Selain itu, nggak enak juga sama KPPS yang sudah bekerja menyukseskan pemilu walau honornya cuma Rp 500 ribu.

Baca juga : Jakarta Sempat Sangar, Kini Tenang

Ustaz Ahmad Fauzi, pengurus pesantren yang nyambi jadi anggota KPPS, malah lebih militan lagi. Undangan mencoblos diantarnya langsung ke pemilih. Sekalipun harus hujan-hujanan, dari siang hingga malam.Usahanya berjualan snack sampai ditutup dulu gara-gara pemilu. “Jangan sampai nggak nyoblos,” pesannya.

Pada hari pencoblosan, warga yang terdaftar sebagai pemilih di TPS 36 sudah datang sejak pagi. Pak RT dan Pak Ustadz sudah stand by berada di kursi KPPS. Pak Ustadz di meja pendaftaran pemilih, Pak RT yang memberikan surat suara ke pemilih. Warga mau nggak mau harus menyapa, minimal sebagai tanda setor muka kepada keduanya.

Lokasi TPS pun berada di seberang rumah Pak RT 02. Di sini ada 204 pemilih, yang terdiri dari 105 laki-laki dan 99 perempuan. Tidak ada pemilih disabilitas. Panitia menyediakan snack di dekat pintu masuk TPS. Isinya kacang rebus, ubi rebus, dan aqua gelas. Baru pukul 10-an, aneka snack itu hampir habis dan ngggak ditambah lagi.

Biasanya warga RT tersebut sudah nyoblos dari pagi. Sejak Pemilu 2009, Pemilu 2014,  Pilwali Kota Depok 2015 dan , Pilgub Jabar 2018, warga RT 02 memang antusias nyoblos. Lokasinya di situ-situ saja, seberang rumah Pak RT 02, depannya mushola.

Pada Pemilu sebelum-sebelumnya, jika masih banyak warga yang belum nyoblos, TOA mushola dipinjam untuk mengingatkan warga yang belum nyoblos. Lantaran sudah kenal warga, Pak RT dan Pak Ustadz bisa mengingatkan kepada yang hadir, 'si ini, si itu, tetangga yang ini, yang itu kemana? Buruan nyoblos jam 1 nanti tutup'.

Dibanding Pemilu sebelumnya, Pemilu 2019 lumayan ribet. Ketika Pilgub dan Pilwali Kota, kertas suara cuma satu dan foto pasangan calonnya lumayan besar dan jelas. Di TPS cukup ada 2 atau 3 bilik suara dan satu kotak suara. Dalam pemilu serentak 2019, bilik suaranya ada 6 dan kotak suara ada 5.

Ngantre buat nyoblos pun lebih lama. Maklum, pemilih juga butuh waktu untuk membuka dan melipat 5 surat suara. Belum lagi memilih nama, nomor urut, atau lambang partai. Lima kertas suara berisikan 2 paslon capres-cawapres, 92 calon anggota DPR, 50 calon anggota DPR, 156 calon anggota DPRD provinsi, dan 118 calon anggota DPRD kota.

Baca juga : Di Cipete, Ada Yang Ngebet Nyoblos, Surat Suaranya Habis

Seorang bapak lansia tampak mengernyitkan dahi saat di bilik suara. Pandangannya tertuju pada surat suara yang ternyata panjang dan lebar. Matanya terlihat menyusuri kertas suara. “Butuh bantuan pak?” kata panitia. “Nggak usah, nggak usah,” jawabnya sambil melipat-lipat surat suara.

Dari pantauan Rakyat Merdeka, butuh waktu sekitar 4 menit sejak pemilih menerima surat suara hingga memasukkannya ke kotak suara. Beberapa pemilih muda malah bisa menyoblos dengan lebih cepat, ada yang 2 menit kelar.

Beberapa warga duduk ngobrol di luar TPS. Ada 2 kelompok, kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak yang ngobrol sambil merokok. Ibu-ibu membahas kertas suara caleg yang kebanyakan nggak dikenal. Saking nggak dikenalnya, mereka bingung mau pilih yang mana. Padahal, mereka sudah berdandan rapi ke TPS.

Sementara obrolan bapak-bapak lebih ngalor ngidul. Mulai dari kalau capres petahana menang, jalan tol Cijago yang nggak jadi-jadi, hingga kekalahan yang diderita Juventus dan Manchester United di liga Champions Eropa semalam.

Menjelang pukul 12, sekitar 5-6 pemilih muda datang ke TPS dengan membawa undangan dan e-KTP. Bahkan ada yang datang bercelana pendek dan rokok menyala dibawa ke dalam TPS. Lantaran ada Pak RT dan Pak Ustadz, rokok pun dimatikan di luar. Sementara yang pakai celana pendek, pasang muka cengengesan.

Surat suara diserahkan Pak RT, lalu mereka satu per satu ke bilik suara. “Pilih yang kenal aja coy,” kata pemuda A sampai suaranya terdengar ke luar TPS. “Kagak ada yang kenal gua,” sahut pemuda B. “Buru-buru lah,” imbuh pemuda C.

Entah sadar dilihatin banyak orang, terutama Pak RT, ketiganya buru-buru keluar bilik menuju kotak suara. Di luar TPS rokok kembali dinyalakan. “Lu nyoblos siapa?” tanya pemuda A. “Ngasal aja lah, daripada dituduh golput haram,” jawab pemuda C.

Baca juga : Pemilu Di Desa, Banjir Amplop Tapi Tetep Adem Ayem

Menjelang pukul 13, TPS 36 sudah sepi. Warga yang mau nonton penghitungan suara hanya beberapa. Anggota KPPS juga mulai santai, tapi menghitung 5 jenis surat suara tentu bakal ribet. Ditambah lagi, beberapa hari belakangan Depok dan sekitarnya sering diguyur hujan deras pada sore hari.

Sebelum maghrib, Rakyat Merdeka bertemu seorang warga yang menonton penghitungan suara di TPS 36. “Jokowi menang lagi,” katanya.

Sementara untuk kertas suara lain, yaitu calon anggota DPR, DPRD Provinisi/Kabupaten/Kota dan DPRD, warga itu mengaku lupa yang menang siapa. “Abis banyak sih,” katanya. 

Ospi Darma

Wartawan Rakyat Merdeka

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.