Dark/Light Mode

Putusan MK Sarat Kepentingan, Pemilih Bisa Kasih Sanksi Elektoral

Kamis, 2 November 2023 20:05 WIB
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah/Ist
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, kehidupan demokrasi berada di ujung tanduk usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas minimal usia capres cawapres.

"Demokrasi tentu terganggu, lahirnya politik dinasti, suburnya nepotisme," kata Dedi di Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Menurutnya, putusan MK itu membuka jalan bagi tumbuh suburnya nepotisme. Lebih parah lagi, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.

Baca juga : Tampung Keluhan Masyarakat, Pemuda Mahasiswa Ganjar Gelar Aksi Bakti Sosial

"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil. Bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," ungkapnya.

Dedi mendasarkan pandangannya pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut.

Pertama, hakim yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan, seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan.

Baca juga : Soal Penurunan Baliho Partai Dan Capres, Presiden Kasih Nasihat Keras

Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah maupun mengurangi naskah Undang-Undang. MK hanya bisa membatalkan Undang-Undang dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR.

"Jadi, MK layak disebut merusak konstitusi, bahkan hakim yang ikut mengubah Undang-Undang layak disebut kriminal," tuturnya.

Sementara, Peneliti Politik dan Kebijakan Danis TS Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.

Baca juga : Pesantren dan Santri Berperan Penting Tanamkan Islam Moderat

“Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakat sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah,” ujar Danis.

Putusan MK, menurutnya, sarat kepentingan, memuluskan nepotisme.

“Ada cacat hukum dalam pengambilan keputusan MK. Hakim-hakim membawa MK jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi,” sebut Danis. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.