Dark/Light Mode

Survei Kepercayaan ke Pemilu Setelah Pencoblosan Turun, Tapi Angkanya Masih Tinggi

Senin, 26 Februari 2024 08:25 WIB
Data hasil survei LSI. (Foto: Dok. LSI)
Data hasil survei LSI. (Foto: Dok. LSI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sepekan lebih setelah pencoblosan, kepercayaan publik terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 memang turun. Namun, tingkat kepercayaannya masih tinggi. Ada di angka 83,6 persen.

Tingkat kepercayaan ini tergambar dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang dirilis Minggu (25/2/2024). Survei LSI itu dilakukan 19-21 Februari 2024.

Direktur Eksekutif LSI, Djayani Hanan, menerangkan, saat pencoblosan, Rabu (14/2/2024), pihaknya melakukan exit poll sambil menanyakan mengenai kepuasan publik mengenai pelaksanaan Pemilu. Saat itu, hasilnya menunjukkan 94,5 persen responden mengaku puas.

Namun, saat dilakukan survei sepekan setelah pencoblosan, kepuasan publik turun. Tingkat kepuasannya menjadi 83,6 persen.

“Dalam waktu 5 sampai 10 hari itu ada penurunan yang signifikan sampai 10 persen lebih dari tingkat kepuasan atas penyelenggaraan pemilu,” kata Djayadi, dalam rilis surveinya.

Baca juga : Herman Khaeron: Kemenangan Ini Nyata Di Lapangan

Djayadi menjabarkan analisis penurunan kepuasan tersebut. Seperti karena masalah Sirekap KPU dan pemungutan suara ulang.

Dia memprediksi, jika dalam 10 hari ke depan pemberitaan negatif terkait hasil Pemilu terus disuarakan dari berbagai daerah, kepercayaan publik akan pelaksanaan Pemilu akan semakin menurun. Oleh karena itu, Djayadi menyarankan KPU memberikan perhatian terhadap persepsi masyarakat ini. 

Dalam survei ini, juga diketahui, sebanyak 31,4 persen responden menganggap Pemilu 2024 diwarnai kecurangan. Jumlah tersebut menyebar di semua pemilih Capres-Cawapres, baik 01, 02, maupun 03.

Para pemilih Capres-Cawapres 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, memiliki jumlah yang menganggap pemilu curang paling banyak. Jumlahnya mencapai 38,1 persen. Pemilih Capres-Cawapres 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berada di urutan kedua dengan sebesar 36,5 persen. Sedangkan pemilih Capres-Cawapres 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang menganggap pemilu curang sebesar 25,4 persen.

Mengenai hasil Pilpres 2024, Djayadi menjabarkan alasan Prabowo-Gibran bisa unggul. Antara lain, karena Prabowo berhasil mempertahankan 58,9 persen pemilihnya di 2019. Ditambah adanya perpindahan pendukung Presiden Jokowi dan Maruf Amin pada Pilpres 2019, yang memilih Prabowo-Gibran. “Saat ini mencapai 66 persen dari pemilih Jokowi-Maruf yang memilih 02,” terangnya.

Baca juga : Luluk Nur Hamidah: Beliau Sudah Lama Tak Jadi Bagian Perjuangan

Survei LSI juga memotret mengenai pembagian bansos menjelang Pemilu. Sebanyak 24 persen responden mengaku menerima bansos. Dari jumlah itu, sebanyak 69,3 persen mencoblos Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Meski begitu, Djayadi mengatakan, di kalangan masyarakat bukan penerima bansos, mayoritas responden juga memilih Prabowo-Gibran dengan persentase 54 persen. “Kesimpulan lain, bahwa baik menerima dan tidak menerima bansos, tetap memenangkan 02,” ujarnya.

Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti ikut memberikan penjelasan mengenai menurunnya angka kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Kata dia, penurunan itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, di era kemajuan informasi saat ini, masyarakat lebih cepat dalam menangkap informasi. Antara lain informasi soal adanya masalah dalam data Sirekap hingga adanya kertas suara yang tercoblos sebelum pemungutan suara dilakukan.

“Dari situ kita bisa lihat, makin banyak informasi yang diterima publik makin mereka ngerti Pemilu kali ini banyak masalah. Dan banyaknya masalah di sana-sini pada akhirnya mengubah persepsi mereka sebelumnya,” ungkap Ray, Minggu malam (25/2/2024).

Dia menjelaskan, pada saat LSI melakukan survei di hari pencoblosan, bentuk pertanyaan yang diajukan kurang lebih ingin mengetahui pandangan publik tentang proses penyelenggaraan Pemilu di daerah masing-masing. Maka, saat itu mayoritas menilai tidak ada kecurangan. Namun, setelah pencoblosan, mereka mulai mendapat informasi ada dugaan kecurangan yang akhirnya mengubah persepsi. “Padahal, belum ada satu bulan tingkat kepercayaan masyarakat sudah turun, dan saya percaya ini akan terus menurun,” ujarnya.

Baca juga : Tak Ada Laporan Saksi Dilarang Masuk TPS

Dia menambahkan, jika hak angket DPR jadi dilaksanakan, masyarakat akan semakin paham apa saja bentuk-bentuk dalam pelanggaran Pemilu. Dengan begitu, nilai kepuasan publik dipastikan akan kembali turun. “Kalau tingkat kepercayaan menurun, maka tingkat legitimasinya ikut menurun,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap pelaksanaan Pemilu bisa disebabkan karena banyak narasi kecurangan. “Namun, kecurangan itu bisa dilakukan semua kubu,” ungkapnya.
 
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) ini menambahkan, proses penghitungan suara di KPU masih berproses. Sehingga, pemenang Pilpres 2024 belum dipastikan. Sebab, hasilnya baru disampaikan pada 20 Maret 2024.

“Kalaup ada pihak yang merasa dicurangi tinggal melapor ke Mahkamah Konstitusi (MK). Maka nanti kalau kecurangan bisa dilihat di TPS mana saja dilakukan,” pungkasnya.

Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka, edisi Senin (26/2), dengan judul “Survei Kepercayaan ke Pemilu Setelah Pencoblosan Turun, Tapi Angkanya Masih Tinggi”.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.