Dark/Light Mode

Mahfud: Angket Pilpres Beda dengan Pemakzulan

Sabtu, 9 Maret 2024 08:34 WIB
Cawapres 03 Mahfud MD berbincang dengan wartawan usai lari pagi, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024). (Foto: Instagram Mahfud)
Cawapres 03 Mahfud MD berbincang dengan wartawan usai lari pagi, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024). (Foto: Instagram Mahfud)

RM.id  Rakyat Merdeka - Cawapres 03 Mahfud MD memastikan, pengguna hak angket dugaan kecurangan Pemilu di DPR berbeda dengan upaya pemakzulan Presiden. Sebab, teknis dan pelaksanaan antara hak angket dan pemakzulan berbeda.

Hal itu disampaikan Cawapres pendamping Ganjar Pranowo ini, saat berbincang dengan wartawan usai lari pagi, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024). Awalnya, Mahfud bicara dua jalur yang bisa dipakai untuk mempermasalahkan hasil Pemilu. Yaitu jalur politik dan jalur hukum. Pihaknya akan menggunakan dua jalur ini.

"Jalur politik yang dikoordinir oleh Mas Ganjar. Saya jalur hukumnya. Kita berbagi tugas tetapi tetap punya kaitan," kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu melanjutkan, dua jalur ini memiliki konsekuensi berbeda. Untuk jalur hukum, dilakukan dengan mengajukan gugatan ke MK. Konsekuensinya menyangkut legalitas Pemilu.

"Ujungnya nanti mungkin, Pemilu diulang, Pemilu didiskualifikasi, atau mungkin ini sudah sah. Itu nanti yang akan dipertarungkan di Mahkamah Konstitusi," jelas Mahfud.

Sedangkan jalur politik, kata Mahfud, dilakukan melalui hak angket. Yang dipermasalahkannya adalah kebijakan Pemerintah, bukan hasil suara Capres-Cawapres, bukan pula kiner KPU.

Baca juga : Soal Nyagub Di Jakarta, Anies Anggap Pengalihan Isu

"(Yang dipermasalahkan) kebijakan Pemerintah di dalam pelaksanaan beberapa Undang-Undang yang berimplikasi tentu saja dalam praktiknya terhadap Pemilu, tetapi tidak akan menafikan hasil Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU dan MK," terang mantan Menko Polhukam itu.

Mahfud lalu menjelaskan, hak angket tidak memiliki kaitan langsung dengan pemakzulan Presiden. Sebab, dari sisi teknis dan prosedural berbeda.

"Bisa saja nanti misalnya angket menyimpulkan satu, telah terjadi penyalahgunaan anggaran negara atau telah terjadi korupsi," ucapnya.

Kalau ditemukan kasus korupsi, lanjut Mahfud, memang bisa berujung ke pemakzulan. Namun, prosesnya sangat panjang. "Nanti dibentuk panitia pemakzulan dan itu lama," terangnya.

Dari hak angket ini, lanjutnya Mahfud, bisa juga disimpulkan ada indikasi tindak pidana. Kalau pidana, akibat hukumnya bukan pemakzulan, melainkan hukum pidana biasa.

"Nah itu normatifnya begitu kalau angket. Jadi, tidak akan ada hasil angket Presiden makzul, ndak bisa," terangnya.

Baca juga : Setelah Ngomong Pemilu Dan Partai, JK Banyak Diserang Balik

Pakar hukum tata negara Feri Amsari sependapat dengan Mahfud. Dia menjelaskan, hak angket tidak bisa mengubah hasil Pemilu. Apalagi, memakzulkan Presiden.

"Namun, hak angket bisa mengungkap kecurangan Pemilu yang melibatkan eksekutif, dan hasil angket bisa jadi bukti kecurangan di MK. Nah, MK lah yang akan ubah angket dari bukti-bukti penyelidikan di angket DPR," kata Feri, kepada Rakyat Merdeka, Jumat (8/3/2024).

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Aria Bima menegaskan, partainya mendukung hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024. Dia juga memastikan, hak angket yang diusulkan bukan bertujuan untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

“Angket tidak ada kaitan dengan pembatalan Pemilu, angket juga tidak ada kaitan dengan pemakzulan,” tegas Aria, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Menurut Aria, pihaknya hanya ingin mengetahui kebenaran terkait pelaksanaan Pemilu. Salah satunya soal dugaan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan elektoral Capres-Cawapres tertentu.

“Kita hanya ingin tahu benarkah bansos berdampak secara elektoral atau digunakan untuk kepentingan elektoral,” ucapnya.

Baca juga : Tenang, Jakarta Masih Ibu Kota RI

Meski begitu, PDIP tidak buru-buru mendorong penggunaan hak angket. Kata Aria, pihaknya masih mengkaji. Yang jelas, PDIP telah menyiapkan berbagai argumen dugaan kecurangan Pilpres.

"Sampai hari ini, PDI Perjuangan melihat angket itu perlu tapi masih dalam kajian. Naskah akademis sudah disiapkan," ucap Aria.

Aria pun mengojok-ojok partai lain untuk ikut menggulirkan hak angket. Dia beralasan, Pemilu tahun ini penuh kritikan. Terutama dari kalangan akademik. Sebab, terdapat indikasi kecurangan baik di Pilpres maupun Pileg.

"DPR tidak boleh menutup mata dengan apa yang terjadi di dalam pelaksanaan Pemilu, Pileg, dan Pilpres kali ini yang berbeda dengan Pemilu 2019, 2014, 2009, maupun 2004," serunya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.