Dark/Light Mode

Soal Pilkada 22 Dan 23 Digeser Ke 24

Maunya Presiden Beda Dengan Maunya Rakyat

Selasa, 9 Februari 2021 06:20 WIB
Presiden Jokowi. (Foto: BPMI Setpres)
Presiden Jokowi. (Foto: BPMI Setpres)

 Sebelumnya 
“Itu menjadi urusan parpol-parpol di DPR, apakah akan mengajukan perubahan Undang-Undang yang mengatur ulang jadwal Pilkada atau tidak. Pemerintah tidak punya agenda memajukan atau memundurkan. Silakan dinamika politik di DPR saja,” katanya saat dihubungi, kemarin.

Lalu apa sikap Parpol? Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, sebagai partai koalisi pemerintah harus memiliki kesamaan pandangan dengan pemerintah. Apalagi, sudah ada pembicaraan antara Presiden dengan pimpinan parpol koalisi.

“Saya kira ada diskusi-diskusi yang sangat intensif antara pemerintah dengan pimpinan partai politik kami. Sehingga, pada akhirnya kemudian sampai pada suatu kesimpulan kita akan menunda pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu,” tegas Doli.

Baca juga : Retak Di Kaki Presiden Biden Sembuh

Hal senada dikatakan Sekretaris Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustofa. Menurut dia, dalam pembahasan RUU harus ada kesamaan pandangan antara DPR dan pemerintah. Menurutnya, ada komunikasi dengan Istana terkait keputusan menunda pembahasan revisi UU Pemilu di koalisi.

Menurut Saan, koalisi pemerintah harus solid dalam mengawal perjalanan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Termasuk, satu pandangan dan sikap terhadap revisi UU Pemilu. Hanya saja, dia berharap penundaan ini bersifat sementara. Ke depan, ada pertimbangan bersama mengapa revisi UU Pemilu ini harus dibahas.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera memastikan, partainya tidak berubah haulan, tetap mendukung revisi UU Pemilu.

Baca juga : Paloh Nurut Ke Jokowi

“PKS masih istiqomah mendukung revisi RUU Pemilu. Karena banyak mudharat jika semua disatukan di 2024,” cetus Mardani.

Alasan PKS mengusulkan Pilkada digelar tahun 2022 dan 2023 agar tidak menimbulkan korban jiwa yang lebih besar dibanding Pemilu 2019. Selain juga, kata Mardani, figur tertentu, khususnya kepala daerah bakal lebih memadai jika pesta demokrasi itu beda waktu.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro berharap pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat. Berkaca dari Pemilu 2019, Pilkada dan Pilres serentak harus dihindari. Bukannya menghemat, pesta demokrasi barengan itu justru menelan biaya yang lebih besar. Karena itu, dia usul Pilkada 2022 dan 2023 dijalankan sesuai jadwal.

Baca juga : Anies Nggak Mikir

“Pemilu dan Pilkada tak seharusnya disatukan menjadi pemilu borongan 2024. Yang lalu sudah borongan lima kotak, jangan ditambah lagi dengan dua kotak. Lima kotak saja sudah luar biasa, ampun-ampun,” ujar wanita yang akrab disapa Wiwiek ini. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.