Dark/Light Mode

Dukung Pilkada 22 Dan 23 Digeser Ke 24

Paloh Nurut Ke Jokowi

Minggu, 7 Februari 2021 07:16 WIB
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat bertemu Presiden Jokowi, di Istana, akhir 2016. (Foto: Antara)
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat bertemu Presiden Jokowi, di Istana, akhir 2016. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai NasDem berubah haluan soal gelaran Pilkada. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, telah menginstruksikan kadernya untuk mendukung Pilkada 2022 dan 2023 digeser ke 2024. Hal ini menunjukkan, Paloh nurut dengan keinginan Presiden Jokowi.

Awalnya, NasDem jadi satu-satunya parpol koalisi pemerintah yang menginginkan Pilkada tetap digelar di 2022 dan 2023, sebagaimana tertera dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Kader-kader NasDem begitu ngotot agar Pilkada tidak digeser ke 2024. Sikap NasDem ini sama dengan parpol oposisi, PKS dan Demokrat.

Kini, sikap NasDem sudah berubah 180 derajat. Jumat (5/2), Paloh mengeluarkan pernyataan bahwa partainya mendukung Pilkada digeser ke 2024, bareng dengan Pemilu dan Pilpres. Paloh beralasan, keputusan itu untuk menjaga soliditas partai-partai politik dalam koalisi pemerintahan. Apalagi, saat ini Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19. 

Baca juga : Anies Nggak Mikir

Bos Media Group ini memastikan, Nasdem akan ikut bahu-membahu menghadapi pandemi Covid-19 serta memulihkan perekonomian nasional. "Cita-cita dan tugas NasDem adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik," ucapnya.

Dia lalu menginstruksikan Fraksi Partai NasDem DPR mengambil sikap untuk tidak melanjutkan revisi UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. "Termasuk mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak 2024," lanjutnya.

Mendengar sikap Paloh ini, Fraksi NasDem manut. Ketua Fraksi NasDem DPR Ahmad M Ali menyatakan, pihaknya batal mendukung revisi UU Pemilu. "Fraksi NasDem menarik dukungan terhadap revisi Undang-undang Pemilu," jelas Ali, kemarin.

Baca juga : Ketua KPU: Sangat Berat

Ali menerangkan, ketika DPP NasDem sudah menetapkan kebijakan, pihaknya harus nurut. Sebab, fraksi merupakan perpanjangan tangan dari DPP. “Apa pun kebijakan yang diambil, harus dijalankan. Termasuk terkait dengan RUU Pemilu,” katanya.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno menilai, perubahan sikap NasDem itu merupakan hal wajar. Sebab, perkembangan politik di Indonesia selalu dinamis. “Perubahan itu tidak ada yang spesial. Biasa terjadi di dunia politik,” katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Lagipula, perubahan itu juga bukan hanya dilakukan Nasdem, tapi partai koalisi lainnya di parlemen. Hal itu dilakukan agar terciptanya soliditas di partai koalisi. “Pasti ada alasan politik yang membuat mereka sama-sama diuntungkan,” ungkapnya.

Baca juga : Tito Yang Berkuasa, Yang Untung Siapa?

Adi mengatakan, jangankan dalam revisi sebuah undang-undang, perubahan dari oposisi menjadi koalisi saja bisa terjadi di Indonesia. “Jadi, sah-sah saja perubahan itu,” katanya.

Dalam sistem presidensial seperti Indonesia, jelas Adi, apa yang diinginkan Presiden cenderung diikuti partai-partai politik lainnya, tanpa harus diintervensi dan ditekan. Agak jarang partai-partai koalisi berseberangan, apalagi menentang keinginan Presiden. “Itu otomatis,” katanya. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.