Dark/Light Mode

Hukuman Mati Hidup Lagi

Kamis, 27 Oktober 2022 06:39 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Apalagi kalau sistem peradilannya masih lemah, bisa saja vonisnya salah. Siapa yang bertanggungjawab kalau vonis hukuman mati tersebut di kemudian hari terbukti keliru?

Yang pro hukuman mati juga punya argumen. Hukum jangan hanya peduli terhadap HAM pelaku, tapi juga harus berpihak kepada para korban. Selain itu, hukuman mati bisa menimbulkan efek jera. Bisa mengurangi kejahatan, termasuk korupsi. Juga mencegah mereka mengulangi perbuatannya.

Baca juga : Menunggu Kabar Suka Cita

Uang rakyat yang dikorup, sangat berguna untuk menghormati HAM rakyat yang dirugikan. Bisa menyejahterakan. Misalnya, untuk membangun fasilitas pendidikan, kesehatan serta membantu rakyat di banyak sektor.

Pro kontra itu masih berlanjut sampai sekarang. Namun yang tak kalah pentingnya: pencegahan. Antisipasi di sumbernya. Juga penegakan hukum yang baik dan benar. Berikan vonis berat. Yang tak kalah pentingnya: keteladanan.

Baca juga : Ginjal Rakyat, Wajah Kita

Mencegah (calon) pelaku kejahatan, termasuk koruptor, otomatis akan mencegah dan menghindarkan siapa pun dari hukuman, termasuk vonis mati.

Sayangnya, indeks korupsi di Indonesia masih mengkhawatirkan. Meluas di banyak sektor. Hukuman terhadap korupsi disinyalir kian ringan. Usia koruptor, juga semakin muda.

Baca juga : Satunya Kata Dan Perbuatan

Namun, harapan perbaikan selalu ada. Karena itu, butuh keteladanan serta penegakan hukum yang kuat, baik dan benar. Pilarnya harus kuat. Kalau pun tidak ada hukuman mati, jangan sampai “hukumnya yang justru mati”. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.