Dark/Light Mode

Hukum Rimba Politik Uang

Selasa, 26 Maret 2024 06:22 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - “Banyak Caleg Kecewa. Kata AHY, Ada yang Main Duit Ugal-ugalan,” demikian judul berita di halaman depan Rakyat Merdeka, Senin (25/3) kemarin.

Permainan uang dalam pemilu bukan hal baru. Sudah lama. Jadi semacam tradisi politik. Bahkan, bukan hanya dalam pemilu, dalam kehidupan sehari-hari, sudah dianggap wajar. Yang paling “kecil” tentu saja pungli, pungutan liar.

Karena sudah membudaya, muncul istilah NPWP dalam pemilu. Ini tak ada hubungannya dengan pajak, melainkan “Nomor Piro, Wani Piro”. Nomor berapa, berani berapa (duit).

Di beberapa tempat bahkan warganya secara terang-terangan memasang spanduk “penawaran” yang bertuliskan “Kami Siap Menerima Serangan Fajar”.

Baca juga : Ke Senayan, Artis Perlu “Isi Baterai”

Karena jor-joran, seorang caleg yang maju di DPRD Tangerang mengeluh karena dia dikalahkan oleh uang yang digelontorkan lawannya.

“Dia habis tiga miliar,” kata caleg tersebut merujuk kompetitornya yang lolos ke DPRD. Tidak jelas, apakah kompetitornya tersebut berasal dari sesama partai atau dari partai lain.

Tiga miliar rupiah sebenarnya masih “belum seberapa”. Karena, di beberapa daerah, nilainya lebih tinggi lagi. Bahkan ada yang belasan miliar sampai puluhan miliar. Pemilihan kepala daerah,nilainya lebih “gila” lagi.

Ini sudah tidak sehat. Politik uang pasti akan menghasilkan politisi atau pejabat yang berjuangkeras untuk mengembalikan uang yang sudah di keluarkannya. Supaya balik modal. Kalau perlu, untungnya banyak.

Baca juga : Sibuk Ngurus Kursi Dan Beras

Dampaknya, ratusan anggota DPR/ DPRD serta kepala daerah sudah terjaring KPK karena terlibat kasus korupsi.

Politik uang yang dianggap sebagai “tradisi dan kewajaran” tersebut akan menyingkirkan faktor utama yakni kapasitas dan integritas calon pejabat.

Selain itu, kompetisi antar kandidat atau peserta sesama parpol akan berjalan timpang. Tidak seimbang. Di masyarakat, bahkan dengan selisih 50 ribu sampai seratus ribu rupiah, “iman politik” seseorang bisa berpindah.

Bagi masyarakat, dampak ini sepertinya sudah diketahui. Tapi, karena kondisi ekonomi, tawaran yang ada di depan mata bisa menjadi dewa pe nolong dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga : Apa Yang Terjadi Setelah 20 Maret?

Kalau ada yang menilai bahwa pemilu legislatif dan Pilpres 2024 sebagai yang paling brutal dan ugal-ugalan, maka ini adalah alarm yang sudah merisaukan. Jangan sampai ini dianggap angin lalu dan dinilai sebagai kewajaran serta banalitas.

Sesungguhnya, politik uang bukan hanya disodorkan ke rakyat pemilih, tapi bisa juga disuapkan oleh kelompok pemilik modal kepada para politisi, misalnya dalam pembuatan kebijakan. Ini bisa jauh lebih berbahaya.

Karena itu, pemerintah dan DPR serta parpol perlu mengantisipasi politik uang yang ugal-ugalan dan brutal sebelum menjadi “tradisi” yang mengakar dan sulit diubah.

Politik uang kepada rakyat maupun kepada pejabat dan politisi bisa membuat Indonesia kembali ke hukum rimba politik serta tsunami demokrasi. Ini sangat berbahaya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.