Dark/Light Mode

Sibuk Ngurus Kursi Dan Beras

Kamis, 21 Maret 2024 05:52 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Perebutan ketua umum partai politik menjadi “ritual” seusai pengumuman pemenang pilpres. Partai Golkar, PKB dan PPP serta beberapa partai kecil mengalami kenaikan suhu internal.

Golkar yang paling menarik. Ini partai senior. Berpengalaman. Sistemnya sudah berjalan. Banyak “Don” yang bercokol di partai yang sekarang menjadi pemenang kedua Pilpres 2024 itu.

Partai besar ini tak mudah diatur dan dikendalikan orang luar. Karena, di internal, banyak orang kuatnya. Kompetisinya juga sengit.

Namun, seusai pemilu, parpol besar ini rawan pecah. Ironisnya, ketika Golkar meraup suara yang banyak, di situ pula tersimpan bara.

Coba kita tengok ke belakang. Munas 1998. Munas ini membuat bekas Panglima ABRI Jenderal Purnawirawan Edi Sudradjat mundur dari partai. Saat itu, Edi bersaing memperebutkan ketua umum dengan Akbar Tandjung dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Baca juga : Apa Yang Terjadi Setelah 20 Maret?

Pemenangnya: Akbar. Edi keluar dan mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP).

Belakangan, partai ini berganti nama menjadi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Munas 1998 juga melahirkan partai baru yang dibentuk tokoh Golkar Mien Sugandhi. Bekas Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ini mendirikan Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Partai ini tak membesar.

Munas 2004. Akbar Tandjung maju lagi. Lawannya sangat kuat: Jusuf Kalla yang baru dua bulan menjadi wapresnya SBY. JK menang dan menjadi Ketum Golkar.

Preseden inilah yang coba diangkat dan mau diulangi oleh pendukung Gibran Rakabuming Raka, cawapres terpilih. Gibran disebut-sebut layak menjadi ketum Golkar, sebagaimana JK pernah melakukannya.

Baca juga : New York, Jakarta Dan Tikus

Munas 2004 menghasilkan dua par pol baru yang lahir dari rahim Golkar; Hanura yang dipimpin Wiranto, serta Gerindra yang dipimpin Prabowo.

Lima tahun kemudian, di Munas 2009, Aburizal Bakrie terpilih sebagai ketua umum. Dia mengalahkan Surya Paloh dengan selisih suara yang cukup tipis. Usai Munas, Paloh keluar dan mendirikan ormas (NasDem) yang kemudian menjadi parpol.

Munas berikutnya, suhu Golkar tetap panas. Yang menarik, “anakanak” yang lahir dari rahim Golkar, walau ber beda partai, tetap bisa bekerjasama. Mung kin karena“sedarah” secara ideologis.

Bagi rakyat, prinsipnya sama.Seperti yang dikatakan seorang pemimpin China, “tak peduli kucing hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus”.

Ini perlu terus diingatkan karena ada kecenderungan para elite politik terlalu asyik bermain di panggungnya sendiri dan melupakan panggung panggung kecil milik rakyat.

Baca juga : Mencegah “Matahari” Utara Dan Selatan

Selama ini, ada semacam garis demar kasi antara elite politik lapisan atas dengan rakyat. Yang atas sibuk de ngan urusannya sendiri, berebut kursi, yang bawah juga sibuk dengan urusan sendiri, urusan perut. Tidak nyambung.

Contoh: pembahasan UU IKN. Hanya dibahas dalam waktu yang relatif singkat di DPR, sekarang justru ada usulan dari anggota DPR supaya lembaga legislatif tetap di Jakarta. Tidak pindah ke IKN di Kalimantan.

Jangan sampai elite politik dan ekonomi justru terlihat lebih sibuk berebut kursi dibanding rakyat yang sibuk berebut bantuan serta ikut antri beras murah.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.