Dark/Light Mode

Pemersatu, Bukan Pemecah

Kamis, 25 Juni 2020 05:33 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Mengukur ombak. Itulah yang dilakukan DPR ketika memunculkan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

Ternyata, RUU ini ditolak banyak ormas, antara lain, MUI, NU, Muhammadiyah. Beberapa tokoh masyarakat juga menolak. DPR dan pemerintah akhirnya menunda.

Penundaan ini justru memunculkan kecurigaan. Karena yang diminta, batalkan. Bukan menunda. Kalau menunda, suatu saat bisa dimunculkan lagi.

PBNU misalnya, menilai, pembahasan RUU ini bisa membuka kembali konflik ideologi yang bisa mengarah ke krisis politik. Partai Demokrat menilai pembahasan RUU ini tidak urgent di tengah pandemi Corona.

Baca juga : Saat Kyai Nanya Uang Triliunan

Apakah DPR dan pemerintah mau mendengar? Apakah DPR akan membatalkan pembahasan RUU tersebut, bukan sekadar menunda? Bisa iya, bisa tidak.

Ada beberapa contoh. Ketika aksi demo penolakan yang luas terhadap revisi UU KPK misalnya, DPR tak peduli. Jalan terus. Dan, akhirnya KPK berhasil direvisi. Sebagian orang mengartikan revisi tersebut sebagai pelemahan KPK.

Dalam kasus lain, RUU KUHP dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), DPR mendengar suara rakyat. Dua RUU ditunda pembahasannya. Bagaimana dengan RUU HIP? Sementara ini, baru tahap penundaan.

RUU HIP ini dinilai sensitif. Karena, di dalamnya, ada nuansa ketuhanan, komunisme, radikalisme, trisila, ekasila. Penafsirannya sangat luas.

Baca juga : Bintang Emon dan GSMPP

RUU ini dinilai bisa mengorek kembali luka lama. Mengungkap kembali sesuatu yang sudah selesai. Pancasila dinilai sudah final. Pancasila menjadi falsafah hidup bangsa. Berada di posisi tertinggi perundang-undangan. Kalau dibuatkan UU, Pancasila dinilai turun derajatnya.

Munculnya istilah ketuhanan yang berkebudayaan, juga menjadi persoalan karena sudah ada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Demo sudah digelar. Aspirasi sudah disampaikan. Apa pun aspirasi masyarakat perlu didengar. Di pihak lain, DPR, MPR, pemerintah, juga punya ranah sendiri. Kita menunggu sampai dimana titik temunya. Yang pasti, Pancasila adalah pemersatu, bukan pemecah belah.

Yang menarik, ketika polemik ini bergulir, di DPR juga berlangsung “tawar menawar”. Tawar menawar anggaran. Nilainya triliunan.

Baca juga : Tom and Jerry Rukun, Agus: Alhamdulillah

Dalam rapat di DPR, kemarin, ada Kementerian yang meminta tambahan anggaran Rp1.275 triliun. Ada juga Kementerian yang minta tambahan Rp3,4 triliun. Ada pula lembaga yang minta tambahan anggaran Rp31,1 triliun. Di tengah pembahasan anggaran super jumbo tersebut di manakah posisi Pancasila? (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.