Dark/Light Mode

Apa Iya PSSI Lindungi Mafia Judi?

Selasa, 18 Desember 2018 15:56 WIB
Komisioner Bidang Hukum Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN), Erwin Mahyudin. (Foto: Istimewa)
Komisioner Bidang Hukum Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN), Erwin Mahyudin. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisioner Bidang Hukum Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) Erwin Mahyudin, menyesalkan kondisi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini. Ia bahkan mengibaratkan organisasi yang diketuai Edi Rahmayadi itu bagai lame duck alias bebek lumpuh.

Erwin menilai, PSSI tak mampu berbuat apa-apa, meski ada kasus judi dan match fixing (pengaturan skor pertandingan) di depan mata. PSSI justru terkesan melindungi mafia judi. Erwin merujuk pernyataan Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono, dalam diskusi soal sepakbola di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/12), seperti dikutip banyak media.

Dalam diskusi tersebut, Joko Driyono yang biasa disapa Jokdri mengatakan, perputaran uang judi di Liga Indonesia - khususnya di Liga 1 - mencapai 5,7 juta dolar AS atau sekitar Rp 70 miliar. Data ini ia ketahui setelah pihaknya mencoba mendeteksi ketidakberesan sepak bola Indonesia, melalui betting pattern (pola taruhan) dan pergerakan uang di rumah judi.

Baca juga : Viral Sandi Langkahi Makam Pendiri NU

Jokdri juga menyebut Komisi Disiplin PSSI tidak menghukum Vigit Waluyo, yang berulang kali disebut sebagai salah satu otak dari pengaturan skor di sepakbola Indonesia. Dijelaskan, struktur organisasi FIFA, AFC, dan PSSI telah menyiapkan tools (perangkat) yang namanya kode disiplin. Namun, hanya bisa menghukum mereka yang punya atribut football family (keluarga sepak bola), tapi tidak bisa menghukum bandar judi atau runner.

Menanggapi hal itu, Erwin mengatakan, kalau PSSI punya data perputaran uang judi di dunia sepakbola Indonesia, dan bila memang perangkat aturan PSSI tak bisa menyentuh mereka, PSSI harusnya bisa menggandeng Polri. "Kalau tidak bekerja sama dengan Polri atau bahkan melaporkannya, PSSI malah terkesan melindungi mafia judi,” jelasnya.

Hal serupa, lanjutnya, juga mesti ditempuh PSSI jika perangkat aturan di organisasi tersebut tak bisa menyentuh runner atau pihak-pihak yang mengatur skor pertandingan. “Kalau tidak menggandeng Polri, PSSI bisa dicurigai melindungi para runner. Match fixing, suap, dan judi itu bertali-temali sehingga keduanya harus diberantas secara bersamaan. Tidak bisa salah satu,” lanjut Erwin.

Baca juga : Askot PSSI Jakarta Timur Sukses Adakan Piala Menpora U-10 dan U-12

Ia berpendapat, jika Jokdri atau pengurus PSSI lainnya mengetahui ada perjudian dan match fixing di persepakbolaan Indonesia tetapi tidak melaporkannya ke polisi, mereka bukan saja bisa dituduh melindungi mafia judi dan runner, melainkan juga berpotensi dipidanakan. “Bila mengetahui ada suatu tindak pidana, tetapi tidak melaporkannya kepada pihak berwajib, mereka bisa dipidanakan,” tukasnya.

Erwin lalu merujuk soal perjudian yang diatur Pasal 303 KUHP, dan perjudian online yang diatur Pasal 27 ayat (2) UU No.11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Adapun aturan tentang saksi atau seseorang yang mengetahui suatu tindak pidana, diatur dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, yakni, “Saksi adalah seorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

“Menjadi saksi dalam suatu perkara pidana, merupakan kewajiban hukum bagi setiap orang yang dipanggil oleh aparat penegak hukum, mengingat pentingnya keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti dalam mengungkap suatu tindak pidana,” jelas Erwin. Soal orang yang mengetahui adanya niat untuk melakukan suatu tindak pidana, tetapi tidak mau melapor, hal itu menurut Erwin diatur Pasal 165 KUHP. Termasuk, sanksi pidananya, yakni hukuman sembilan bulan penjara.

Baca juga : PBTI Bertekad Pertahankan Tradisi Emas

“Jadi, kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi, jika mengetahui terjadinya suatu tindak pidana. Hal ini untuk mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan, karena jika tidak diberitahukan segera maka orang tersebut dapat dikatakan memberi kesempatan pada seseorang untuk melakukan kejahatan. Jadi, bagi Bung Jokdri ada dua opsi, melapor ke polisi atau menunggu dipanggil polisi,” tandasnya.  [WUR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.