BREAKING NEWS
 

1.271 Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN 1 Juni

KPK Radikalis, No! KPK Pancasilais, Yes!

Reporter & Editor :
APRIANTO
Kamis, 27 Mei 2021 07:50 WIB
Kepala BKN Bima Haria Wibisana dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Aula Gedung Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta Timur, Selasa (25/5). (Foto: Luqman/detikcom)

 Sebelumnya 
Dia mengatakan, para pegawai KPK yang tidak memenuhi indikator dalam aspek tersebut tidak bisa lagi 'diselamatkan'. Sementara itu, pegawai yang memenuhi indikator pada klaster PUNP tapi rendah di klaster lain masih bisa dibina. Dari 75 orang itu, 51 orang itu menyangkut aspek PUNP. Bukan hanya itu, 51 itu, tiga-tiganya negatif.

"Nah, yang 24 itu PUNP bersih, ada yang aspek pengaruh dan aspek pribadi atau ada yang dua-duanya. 24 orang itu masih bisa disertakan diklat bela negara dan wawasan kebangsaan yang ditentukan kemudian," paparnya.

Sikap KPK Didukung

Baca juga : 51 Pegawai Dipecat, KPK Buka Opsi Rekrut Penyidik Dari Instansi Lain

Pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita menilai, sikap Pimpinan KPK menonaktifkan 75 pegawai yang tidak lulus TWK itu sudah benar. Sebab, tes itu sudah sesuai Undang-Undang. Kalau ada yang protes, sama saja dengan melawan hukum.

"Bagi yang lulus diberikan reward, bukan punishment. Jika tidak ada reward dan punishment, sama saja dengan tidak ada TWK. Jika TWK dinafikan hasilnya, sama saja dengan pelanggaran terhadap mandat Undang-Undang ASN dan PP (Peraturan Pemerintah) alih tugas pegawai KPK menjadi ASN,” terang Romli, kemarin.

Kepala Staf Kepresiden Jenderal (Purn) Moeldoko, ikut berkomentar. Mantan Panglima TNI itu menyebut, kasus pegawai yang tidak lulus TWK bukan hanya di KPK. Di lembaga lain juga banyak. Termasuk di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Anehnya, hanya di KPK yang diributkan.

Baca juga : KPK Pantang Kendor

"TWK itu bentuk penguatan wawasan kebangsaan setiap pegawai pemerintahan. Selama ini sudah berjalan, dan tidak hanya ranah KPK," jelas Moeldoko, kemarin.

Pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad juga setuju dengan kebijakan Pimpinan KPK itu. Menurutnya, semua WNI harus Pancasilais, apalagi ASN, termasuk ASN KPK. Tidak boleh ada yang menjadi radikalis, termasuk ASN KPK. "Tidak ada tawar menawar," tegasnya.

Keputusan ini, kata dia, bukan hanya kehendak pimpinan KPK, melainkan bangsa dan negara. "Makanya, 1 Juni dipilih sebagai hari pelantikan pegawai KPK menjadi ASN merupakan momentum untuk meneguhkan Pancasila sebagai pedoman dalam menjalankan tugas-tugas di KPK," ucapnya.

Baca juga : Firli Bahuri Pastikan Pegawai KPK Alih Status Jadi ASN Pada 1 Juni

Suparji juga menyoroti desakan ICW yang meminta pemberhentian atau penarikan Ketua KPK oleh Kapolri.

Suparji mengingatkan, sebagaimana diatur dalam pasal 32 UU KPK, pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau terus menerus selama 3 bulan tidak melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri atau kena sanksi. "Itulah alasan pemberhentian pimpinan KPK," terangnya.

Oleh karenanya, sambung dia, jika pemberhentian pimpinan KPK, misalnya karena berlatang belakang Polri, kemudian ditarik oleh Kapolri, maka secara prosedural tidak sesuai dengan Pasal 32 UU KPK tadi. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense