Dark/Light Mode

Dana Pungutan Tak Banyak Berdampak Kepada Petani

Era Keemasan Sawit Kelar, Sulit Tembus Pasar Dunia

Rabu, 3 Juli 2019 11:03 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit. (Foto : Istimewa).
Ilustrasi Kelapa Sawit. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak dibentuk Juli 2015, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) sudah menghimpun dana pungutan dari 24 produk yang bersumber dari olahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Kurang lebih ada sekitar Rp 43 triliun yang sudah dihimpun. Namun, pengunaan dana itu tidak banyak memberikan dampak kepada petani sawit.

Faktanya, dana pungutan sawit lebih banyak digunakan untuk memenuhi insentif mandatori biodiesel. Total insentif yang diterima oleh produsen biodiesel sekitar Rp 38,7 triliun dalam periode 2015-2019 atau rata-rata insentif mencapai Rp 7-8 triliun per tahun.

Sementara untuk petani, BPDP KS menyalurkan dana replanting atau peremajaan sawit sekitar Rp 702 miliar sampai dengan tahun 2018 atau sekitar 1,6 persen dari dana yang dihimpunnya.

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menyebutkan, pungutan dana sawit juga tidak berdampak secara signifikan kepada kesejahteraan petani sawit seluruh Indonesia. “Karena terbukti dengan pungutan 50 US dollar per ton, harga tandan buah segar (TBS) petani telah mengalami penurunan sekitar Rp120-150 per kg,” katanya.

Baca juga : Tim Pencari Fakta Kerusuhan 22 Mei, Perlu Apa Tidak Perlu

Dia menilai, penggunaan dana sawit ini salah kaprah karena hanya untuk kepentingan industri biodiesel. “Alasan industri untuk pasar baru dan stabilisasi harga hanya akal-akalan pemerintah dan industri biodiesel. Sehingga penyetopan pungutan dana sawit yang sudah berjalan dari Desember tahun 2018 belum tepat untuk diberlakukan kembali sebelum masalah yang ada saat ini dibenahi,” sebut Darto.

Anggota SPKS asal Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, Vincentius Haryono mengatakan, dana sawit untuk peremajaan seperti sengaja dipersulit atau diulur-ulur. “Coba alokasinya naik jadi 4 persen, petsni tidak akan kena biaya replanting,” ujarnya.

Menurutnya, jaman keemasan sawit sudah mentok. Jangankan ingin menembus pasar dunia, sekarang sawit di Indonesia tengah diarahkan untuk bahan baku biodiesel yang lebih banyak memakan dana pungutan sawit. “Kami sudah anjurkan ke anggota untuk tanam jeruk dan lada karena masa keemasan sawit sudah selesai,” imbuhnya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Alpian Arahman mengatakan, pihaknya mendukung adanya pungutan dana sawit asal alokasinya lebih besar ke petani. “Kita mendukung BPDP KS selama itu transparan dan akuntabel, sekarang harga sawit sedang turun, kalau pabrik beli Rp900 per kg, berarti petani cuma dapat Rp600-Rp700 karena ada ongkos yang dibayarkan petani,” terangnya.

Baca juga : Pebisnis Kita Pede Hadapi Fase Sulit Ekonomi Dunia

Seharusnya Rp900 itu adalah harga bersih yang diterima petani. Saat ini saja ada 44 juta petani yang terlibat di komoditas sawit. Dari 14 juta ha kebun sawit se-Indonesia, sebanyak 6,7 juta ha atau 45 persen lahan adalah milik petani. Jika setahun dana pungutan sawit bisa mencapai Rp14 triliun, setidaknya petani telah menyumbang Rp6,3 triliun. “Jika dikembalikan ke petani, dana itu bisa untuk bikin pabrik dan jalan sendiri,” sambungnya.

Wakil Ketua Umum Sawitku Masa Depanku (Samade), Pahala Sibuea mengatakan, UU Perkebunan pada dasarnya mengamanatkan kesejahteraan rakyat, khususnya petani. Undang-undang itu melatarbelakangi kebijakan dana pungutan sawit. Tapi setelah adanya dana pungutan sawit, petani sawit malah tak kunjung sejahtera.

Saat dana pungutan sawit diarahkan untuk biodiesel, maka yang diuntungkan hanya pengusaha besar yang bermain di CPO. “Selama ini petani sawit ada di hulu dengan menjual TDS, lalu bagaimana petani mau bermain di hilir jika pengembangan biodiesel tidak berdampak pada petani swadaya,” ujarnya.

Ironisnya lagi, sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia masih saja impor minyak goreng. Penyebabnya, petani hanya bisa menjual TDS tanpa memproduksi CPO. 

Baca juga : Golkar Diprediksi Sulit Tembus Tiga Besar

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (AspekPIR), Setiono mengatakan, dana pungutan sawit ternyata tidak mempengaruhi harga sawit itu sendiri. “”Silahkan ada pungutan bila berpihak ke petani, masa untuk peremajaan saja kita cuma dikasih Rp25 juta per ha, apa salahnya jika 90 persen dana pungutan sawit itu untuk peremajaan,” katanya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.