Dark/Light Mode

Tiketnya Direncanakan 10 Ribu

Masyarakat Senang Kalau Tarif MRT Terintegrasi

Rabu, 13 Maret 2019 13:35 WIB
Tarif LRT (Light Rapid Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit). (Foto : Istimewa).
Tarif LRT (Light Rapid Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit). (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Masyarakat masih penasaran dengan harga tiket Mass Rapid Transit (MRT) yang bakal diberlakukan. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengusulkan harga Rp10 ribu untuk rute Bundaran HI - Lebak Bulus.

Sejumlah warga mengaku masih liat-liat dulu untuk naik MRT. Ferry, seorang warga Cilandak, merasa lebih praktis dan nyaman pergi kerja ke Jakarta  Pusat dengan naik ojek online (ojol). Menurutnya, kalau mau naik MRT otomatis dia musti ke stasiun MRT dulu, dengan kata lain dia musti keluar ongkos juga. “Kalau naik ojol, dirasa lebih murah pasti milih ojol dong,” katanya.

Warga lainnya, Nina mengusulkan agar harga tiket MRT disamakan saja dengan tiket busway. “Pengennya sih disamakan saja dengan busway. Minimal promo dulu lah. Tapi yang naik pasti rame jadinya,” sebutnya.

Sementara itu David, karyawan yang bekerja di kawasan Mangga Besar mengaku, dari rumahnya di Jakarta Selatan memang ada banyak pilihan transportasi umum. Cuma tidak ada yang sekali jalan.

“Saya harus naik transportasi umum 3 hingga 4 kali untuk sampai kantor. Kalau MRT sudah terintegrasi sama yang lain, saya juga mau beralih ke MRT,” tuturnya.

Baca juga : Jauh Dekat, Tarif LRT Dipatok Rp 12 Ribu

Senada dengan itu, Aidil berharap agar transportasi umum di Jakarta segera terintegrasi. Maunya cukup sekali bayar, bisa untuk naik beberapa moda transportasi. “Biar sama praktisnya kayak pake kendaraan pribadi, dan nggak capek musti bayar-bayar mulu,” ujarnya.

Seorang karyawan, Doni, mengaku kalau tarif MRT Rp10 ribu bisa memberatkan orang yang gajinya pas-pasan. “Kalau tarifnya Rp10 ribu, berarti saya pulang pergi kerja kena Rp20 ribu, masih mending naik busway,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, akhir Maret ini MRT bakal beroperasi untuk umum. Harga tiket yang diusulkan adalah Rp10 ribu untuk rute Bundaran HI-Lebak Bulus. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, harga tiket tersebut sudah disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat.

Dijelaskannya, harga tiket antar stasiun MRT sebenarnya hanya Rp 2.500, sama seperti Gojek dan Grab yang menerapkan tarif per kilometer. “Harga tiket dibuat pada level yang masyarakat mampu membayarnya, termasuk per kilometer. Tapi kalau dilihat dari jarak dan kalau berhenti dari stasiun ke stasiun lain mereka hanya membayar Rp 2.500. Jadi nanti saingannya adalah kalau mereka harus naik Gojek dan Grab,” katanya.

Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, tidak mengharapkan balik modal dari pembangunan MRT yang menelan biaya Rp16 triliun. Diharapkan, dengan menggunakan MRT, masyarakat memperoleh banyak sekali keuntungan. Misalnya, efisiensi waktu tempuh dari Bundaran HI hingga Lebak Bulus, yang hanya memakan 30 menit perjalanan.

Baca juga : Daya Beli Masyarakat Dipercaya Melonjak

MRT sendiri juga akan dilengkapi dengan fasilitas di kereta maupun stasiun yang nyaman, seperti AC dan toilet bersih. “Keseluruhan tadi tentu dari sisi waktu yang akan kita hemat dan juga kenyamanan, serta daya beli masyarakat, masih comparable dari pengeluaran penumpang untuk menggunakan fasilitas tersebut. Jadi untuk Jakarta dan sekitarnya, masih affordable,” tandasnya.

Terkait hal ini, pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menilai, pemerintah seharusnya perlu melakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui berapa tarif tiket MRT yang tepat untuk masyarakat.

“Biasanya orang luar menentukan tarif ada hitung-hitungannya. Salah satunya, mereka lakukan survei biasanya,” katanya.

Survei itu perlu diberikan kepada masyarakat yang telah mencoba menggunakan MRT. Karenanya, Pemprov DKI dinilai perlu melakukan promosi terlebih dahulu kepada calon pengguna MRT. Promosi ini bisa dilakukan dengan memberikan harga diskon kepada pengguna MRT.

“Atau, satu bulan pertama gratis aja. Setelah satu bulan gratis, dievaluasi. Dari situ ketahuan berapa tarif yang pas,” usul Djoko.

Baca juga : DPR Ajak Masyarakat Gunakan Hak Suara

Hal seperti ini menurutnya perlu diterapkan, agar calon pengguna MRT merasa cocok dengan besaran tarif yang diberikan. Selain itu, juga untuk menghindari ketidakpuasan masyarakat terhadap tarif yang dinilai terlalu mahal.

Sementara pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, subsidi tarif MRT yang ditanggung Pemprov DKI tidak sedikit, bahkan bisa membebani anggaran. “Malah Pemprov terbebani. PT MRT kan BUMD. Sehingga terserah pemprov mau taruh PMD (penyertaan modal daerah), tambah modal atau bagaimana,” ujarnya.

Tarif yang diusulkan memang harus terjangkau buat masyarakat. Tapi bila tak disubsidi pemerintah, bakal mengancam keberlangsungan bisnis BUMD yang mengelola MRT dan LRT Jakarta.

“Mau tak mau pemprov yang menanggung. Tentu kan harus dihitung juga selain keuntungan, dia bisa berinvestasi. Kan sistem harus terus diperbaharui. Karena itu pakai uang. Jadi sekarang tergantung apa pemerintah sanggup,” jelasnya.

Agus mencontohkan, Pemprov DKI memberikan subsidi kepada Transjakarta yang besarnya mencapai Rp 3,2 triliun. “Jadi kita balik sekarang, pemprov sanggup berapa untuk subsidi (MRT dan LRT Jakarta) karena Transjakarta saja sudah Rp 3,2 triliun,” imbuhnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.