Dark/Light Mode

Ganjil Genap Diberlakukan Lagi, Pro Kontra Muncul di DPRD DKI

Tak Ada Penumpukan Jika Armada Ditambah

Selasa, 4 Agustus 2020 09:58 WIB
Anggota Fraksi Partai Gerindra/Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik
Anggota Fraksi Partai Gerindra/Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi memberlakukan lagi kebijakan ganjil genap (gage) kendaraan, Senin (3/7) kemarin. Pro kontra pun muncul. Ada yang mendukung, namun ada yang khawatir, justru akan menimbulkan kepadatan penumpang di transportasi umum.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, kebijakan gage resmi berlaku lagi. ”Kami berlakukan kembali, karena volume lalu lintas yang tinggi. Dari pengamatan di beberapa titik, volume lalu lintas sudah mendekati angka normal. Bahkan, ada beberapa titik yang volumenya melampaui kondisi normal,” terang Syafrin.

Kenaikan volume lalu lintas itu terjadi, karena masyarakat masih khawatir menggunakan angkutan umum. Mereka takut tertular Covid-19 jika naik kendaraan umum. Dia menerangkan, pemberlakuan kembali kebijakan gage mengacu pada Pergub 88/2019 dan Pergub 155/2018. Sesuai regulasi tersebut, kebijakan gage akan diberlakukan di 25 ruas jalan. ”Tidak ada penambahan dan pengurangan ruas jalan,” tambah Syafrin.

Selain lokasi yang sama, waktu penerapan gage juga tidak berubah. Yakni, mulai pukul 06.00–10.00 dan 16.00–21.00. Khusus Sabtu, Minggu dan hari libur nasional, tidak ada kebijakan gage.

Dia juga menyebutkan, kebijakan gage hanya diberlakukan untuk kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan motor dan 13 jenis kendaraan lain, masih diperbolehkan. Misalnya, kendaraan bertanda khusus yang membawa penyandang disabilitas, ambulans, kendaraan pemadam kebakaran, angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar kuning, dan kendaraan pimpinan lembaga.

Atas kebijakan ini, beberapa pihak memiliki pandangan masing-masing. Seperti dari anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak. Dia menilai, tidak perlu diterapkan ganjil genap saat ini. Justru dia khawatir akan ada penumpukan penumpang dan berpotensi besar jadi penyebaran Covid-19.

Sementara, dari Fraksi Partai Gerindra, Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik mengatakan, pihaknya mendukung penerapan ganjil genap. Menurut dia, dengan ditambahnya armada, seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir tentang penumpukan penumpang. Berikut wawancara dengan anggota Fraksi Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik:

Pemprov DKI menerapkan kembali anjil genap. Beberapa pihak menyayangkan kebijakan tersebut, karena dikhawatirkan terjadi penumpukan penumpang di transportasi umum...

Baca juga : Penumpang Bisa Numpuk

Mestinya nggak ada penumpukan penumpang.

Tapi dengan diberlakukan ganjil genap, masyarakat ada yang kembali menggunakan transportasi umum saat pandemi ini...

Justru, terkait kebijakan, Pemprov DKI Jakarta sudah baik, memulai diberlakukan ganjil genap. Namun pertanyaannya adalah, apakah masyarakatnya mau mematuhi atau tidak. Karena, ini untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Jakarta.

Menurut Anda ini baik?

Saya rasa iya ya.

Bagaimana dengan armadanya, apakah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat?

Kan sudah diketahui, armadanya berapa dan butuhnya berapa. Namun yang pasti, armadanya itu ditambah.

Sudah pasti ditambah?

Baca juga : DPRD DKI Sarankan Dirut PD Sarana Jaya Dinonaktifkan

Iya. Jumlah penumpangnya pun hanya separuh saja, tidak full. Tapi, akan ditambah pada jam-jam sibuk.

Bagaimana dengan adanya kluster perkantoran. Bukankah saat ini pengguna transportasi umum mayoritas pekerja di Ibu Kota?

Ini kan yang harus dipertegas, kenapa ditemukan kluster baru, karena Pemprov DKI Jakarta ini pro aktif melakukan swab test atau tracing. Begitu lhoh.

Tetapi, kenapa banyak muncul kasus baru?

Kalau perkantorannya mentaati aturan 50 persen jumlah karyawan yang masuk, lalu jam masuknya juga diatur, saya rasa itu akan menekan penyebaran Covid-19.

Terus, apa yang tepat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta agar kasus tidak terus bertambah?

Yang paling penting itu adalah sanksinya, harus lebih diperketat. Bila ada terjadi kasus di perkantoran tersebut, maka Pemprov DKI akan menerapkan sanksi progesif karena melanggar aturan.

Sejauh ini sanksinya sudah baik atau belum?

Baca juga : Transportasi Publik Membludak Virus Corona Gampang Nularnya

Harus lebih tegas ya, sanksi dalam penerapan aturan di Jakarta ini. Kita harus tegas ya.

Seperti apa contohnya?

Bagi yang melanggar juga harus diumumkan. Misalnya, jika ada yang melanggar aturan PSBB seperti tidak memakai masker, maka harus menyapu atau membereskan fasilitas umum dengan menggunakan rompi.  Nah, kalau ada kantor yang melanggar, ya umumkan, supaya masyarakat paham tentang aturan itu.

Sanksi terberat apa?

Misalnya terjadi kasus baru di kantor tersebut dan jumlah yang terpapar juga lumayan, mau nggak mau harus ditutup. Kenapa jumlah kasus di Jakarta naik, karena DKI melakukan tracing secara ketat.

Sederhananya begini, kalau hanya untuk menurunkan angka atau jumlah kasus, DKI tak usah lakukan rapid test, swab test. Ini kan dilakukan swab pada masyarakat-masyarakat tertentu.

Jadi, Pemprov DKI mencoba untuk pro aktif. Sehingga, pasti ketemu. Namun, ini semua semata-mata untuk mencegah atau menyetop penularan Covid-19.

Justru dengan tidak ada tes dan tidak diketahui sumbernya, itu yang bahaya. Membiarkan sehingga nanti kejadiannya mengerikan. (NNM)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.