Dark/Light Mode

Piezo-IOT: Piezoelektrik pada Pijakan Kaki Wisatawan untuk Sumber Energi Listrik

Senin, 22 April 2024 22:37 WIB
Desain PIEZO-IOT sebagai Sumber Energi Listrik Lampu Jalan di IKN (Foto: Istimewa)
Desain PIEZO-IOT sebagai Sumber Energi Listrik Lampu Jalan di IKN (Foto: Istimewa)

Konsep kota cerdas atau yang lebih dikenal sebagai smart city saat ini sudah sangat populer dikembangkan sebagai konsep untuk struktur kota secara global (Haitami, M., & Rengganis, A. 2021). Namun, di Indonesia konsep smart city masih terbentur oleh berbagai kendala, antara lain masalah regulasi, pendanaan, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsep smart city. Menurut Kementerian Dalam Negeri (2020), implementasi smart city di Indonesia masih tergolong rendah, hanya 9 dari 100 kota di Indonesia yang telah mengimplementasikan konsep smart city secara penuh. Kemudian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga melaporkan bahwa tingkat kematangan smart city di Indonesia masih rendah, dengan rata-rata skor kematangan sebesar 2,75 dari skala 5. 

Konsep smart city Indonesia menekankan pada capaian dari beberapa dimensi, salah satunya smart tourism di daerah Ibu Kota Nusantara (IKN).  Menurut Kurniawan dan Wahyudi (2021), implementasi smart tourism di IKN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi layanan pariwisata, meningkatkan kepuasan wisatawan, dan mempromosikan pengembangan pariwisata berkelanjutan. Selain itu, penggunaan teknologi cerdas seperti aplikasi seluler, media sosial, dan analisis data dapat memberikan informasi real-time tentang objek wisata, akomodasi, transportasi, dan acara lokal. Hal tersebut tidak hanya meningkatkan pengalaman wisatawan tetapi juga berkontribusi pada ekonomi lokal dengan menarik lebih banyak wisatawan ke kota. Namun, untuk sepenuhnya mewujudkan manfaat smart tourism, juga penting untuk mempertimbangkan isu akses energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Untuk mewujudkan smart city berbasis smart tourism di Indonesia sekaligus mendukung program pemerintah tentang transisi energi melalui inovasi di IKN sebagai kota smart tourism yang mendiri energi, diusulkan solusi berupa PIEZO-IOTPasokan energi lampu jalan dapat diubah dari yang sebelumnya menggunakan jaringan menjadi menggunakan energi terbarukan yang dikumpulkan dari getaran lingkungan yang dimiliki pada material piezoelektrik yang akan mengubah energi getaran menjadi energi listrik dari langkah kaki dan kendaraan wisatawan. 

Gambar 1. (a) Jalan umumnya pada masa kini dan (b) Rancangan implementasi PIEZO-IOT pada masa yang akan datang.

Baca juga : Pemerintah Antisipasi Lonjakan Konsumsi Energi Jelang Idul Fitri

Sistem PIEZO-IOT digunakan untuk mengendalikan intensitas cahaya lampu jalan dengan memprioritaskan jumlah pejalan kaki dan kendaraan yang ada di sekitar jalan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi energi dan mempromosikan penghematan energi jika dibandingkan dengan pencahayaan jalan tradisional. Sistem ini dirancang untuk mencapai efisiensi energi maksimum dengan memanfaatkan getaran lingkungan yang dimiliki pada material piezoelektrik yang akan mengubah energi getaran menjadi energi listrik dari langkah kaki dan kendaraan wisatawan. Sistem yang diusulkan dapat mendeteksi keberadaan pengguna jalan seperti pejalan kaki dan kendaraan di sekitar lingkungan jalan serta menyesuaikan tingkat pencahayaan lampu jalan sesuai dengan arus mereka. Jika ada pengguna jalan yang terdeteksi, ultras modul Wi-Fi akan memberikan informasi tentang pencahayaan pada tiang lampu jalan terdekat yang dilengkapi dengan PIEZO-IOT. 

Gambar 9Konsep piezoelektrik sebagai sumber listrik lampu jalan (Engoplanet, 2019).

Baca juga : BNPT: Perlu Penyesuaian Kelembagaan Untuk Perkuat Pencegahan Dan Deradikalisasi

Namun, dalam mengoptimalkan penggunaan energi yang dihasilkan oleh sistem piezoelektrik pada saat Jalan IKN sedang tidak ramai, diperlukan analisis terhadap pola dan tingkat keramaian di IKN. Salah satu cara untuk melakukan analisis ini adalah dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) dan pengolahan data. Data yang diambil melalui IoT dapat memberikan informasi terkait pola dan tingkat keramaian di IKN. Selanjutnya, data tersebut dapat diolah menggunakan algoritma khusus untuk memprediksi tingkat keramaian yang akan datang. Dengan demikian, penggunaan energi yang dihasilkan oleh sistem piezoelektrik dapat dioptimalkan berdasarkan pola dan tingkat keramaian di IKN dan pemanfaatan daya yang dihasilkan dapat disimpan terlebih dahulu pada suatu penyimpanan eksternal baik berupa baterai maupun super kapasitor, sebelum dimanfaatkan dan dihubungkan langsung ke beban penerangan pada saat wisatawan di Jalan IKN sedang tidak ramai. 

Menurut Raja (2020), diperkirakan satu piezoelektrik dapat menghasilkan daya sekitar 30 – 60 Watt. Jika diperkirakan kapasitas daya 1 lampu di Jalan IKN adalah 70 – 150 Watt untuk penerangan jalan, maka diperlukan energi listrik sekitar 100 watt untuk satu lampu dalam satu jam. Jika sebuah piezoelektrik dengan luas 25 cm x 25 cm dapat menghasilkan daya sekitar 30 - 60 watt ketika dilintasi oleh sebuah mobil dengan kecepatan sekitar 60 km/jam, maka dibutuhkan sekitar 2 - 4 piezoelektrik dengan ukuran yang sama untuk menghasilkan energi listrik yang cukup untuk menerangi satu lampu dalam satu jam. 

Berdasarkan hasil perhitungan, dibutuhkan 50.400 langkah kaki dan 12 kendaraan untuk mendapatkan daya sebesar 244.018,208 W/hari. Rata-rata langkah kaki orang dewasa adalah sekitar 2,5 kaki atau 0,75 meter. Oleh karena itu, jumlah langkah yang diambil oleh satu orang dalam satu kilometer adalah sekitar 1.333 langkah (1.000 meter / 0,75 meter). Lalu, untuk menghitung berapa orang yang dibutuhkan untuk mencapai 50.400 langkah, maka dapat membagi jumlah langkah tersebut dengan jumlah langkah rata-rata yang diambil oleh satu orang, sehingga diperoleh 37.810 orang. Menurut data Pemerintah Kota IKN akan mendapat sekitar 200.000 penduduk warga lokal, dan akan bertambah jumlah penghuni dari wisatawan. Maka berdasarkan data tersebut, Jalan IKN sangat berpotensi untuk mendapatkan minimal 37.810 langkah kaki wisatawan. 

Baca juga : Prabowo: Pesantren Kuat dan Mandiri Hasilkan Pendidikan Terbaik untuk Santri

Penerapan PIEZO-IOT membutuhkan sekitar 50.400 langkah kaki manusia dan 12 kendaraan motor untuk menghasilkan daya sebesar 244.018,21 watt/hari menghasilkan energi sebesar 89.066,65 kWh. Hal ini menghemat biaya sebesar Rp146.471.880,5 per tahun. Pembangkit ini juga dapat menyuplai 2033 buah lampu dengan masing-masing daya lampu sebesar 120 watt. Penerapan sistem terbukti layak secara ekonomi yang didasarkan pada hasil analisis ekonomi dengan nilai NPV positif, IRR lebih besar dari diskonto, dan periode pengembalian relatif singkat, yaitu selama 3 tahun. 

Gagasan ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dapat mendukung SDGs poin ke-11, ke-7, ke-13 dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk kota,   meningkatkan keberlanjutan, dan efisiensi kota melalui sistem smart tourism yang mandiri energi dan ramah lingkungan, serta penggunaan energi terbarukan melalui energi kinetik untuk menghasilkan energi listrik sehingga dapat mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan ketersediaan energi bersih, ke-8 yaitu dapat membantu mencapai target ini dengan memperkenalkan kepada turis mengenai konsep IKN yang baru yaitu sebagai smart tourism yang mandiri energi sehingga meningkatkan konektivitas dan mobilitas yang dapat memikat para turis untuk berkunjung ke IKN, selain itu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, yang dapat meningkatkan kinerja dari ketersediaan sumber daya bagi penduduk sekitar.

Sasa Aulia
Sasa Aulia
Penulis

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.