Dark/Light Mode

Impor Gula Naik, Petani Tebu Resah

Senin, 18 Maret 2019 09:05 WIB
Ilustrasi petani tebu tolak impor gula. (Foto: Net)
Ilustrasi petani tebu tolak impor gula. (Foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gula selama Februari meningkat signifikan. Padahal pemerintah sudah menurunkan kuota impor gula tahun ini. Petani tebu resah.

Berdasarkan data BPS, jumlah impor gula pada Februari mencapai 384 ribu ton dengan nilai 100,9 juta dolar AS. Jumlah ini meningkat 216,99 persen dibanding Januari.

Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, besarnya jumlah impor gula ini membuat petani resah. Tingginya impor gula mentah berpotensi membuat gula rafinasi bocor ke pasar.

“Kondisi ini sangat merugikan petani, karena produksi gula petani tahun ini juga tinggi, kalau impor banyak, gula kita tidak laku," kata Soemitro kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Koran Bekas Naik Daun

Menurut Soemitro, stok gula nasional yang tersisa di tahun ini juga masih cukup besar. Apalagi, pemerintah juga telah mengimpor gula mentah untuk diolah jadi gula rafinasi industri.

 Tahun lalu, jumlahnya sebesar 2,9 juta ton atau 94 persen dari Surat Persetujuan impor (SPI) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan) 2018 yang sebesar 3,15 juta ton.

“Itupun belum terserap semua. Masih ada sekitar 1 juta ton yang jadi stok. Ini yang kita khawatirkan bocor ke pasar sebagai gula konsumsi," ujarnya.

Kebocoran ini, lanjut Soemitro, bikin gula petani tidak laku karena pasar dibanjiri gula rafinasi impor. "Kita perkirakan dua tahun belakangan kerugian karena kebocoran gula rafinasi mencapai Rp 4 triliun," tegasnya.

Baca juga : Nikmati Momen Nyepi Bali

Ia merinci, saat ini harga jual gula konsumsi dari petani idealnya di atas Rp 9.000. Namun, maraknya kebocoran gula mentah yang diolah jadi rafinasi ke pasar gula konsumsi membuat petani harus menurunkan harga di bawah Rp 8.000.

"Kalau kita tidak ikut harga, gula kita makin tidak laku," tegasnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengatakan, di antara komoditas nonmigas lain, impor gula dan kembang gula meningkat paling besar pada Februari 2018, yaitu 216,99 persen atau senilai 100,9 juta dolar AS. Pada Januari 2019, impor gula dan kembang gula sebesar 59 ribu ton dengan nilai 19 juta dolar AS. Sedangkan Februari 2019, impor gula tercatat sebesar 384 ribu ton dengan nilai 128 juta dolar AS. "Golongan gula dan kembang gula mengalami peningkatan terbesar," ujar dia.

Tarik Investasi

Baca juga : AirAsia Tarik Penjualan Dari Traveloka

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah berupaya menekan volume impor. Pada 2019, izin kuota impor gula industri sekitar 2,8 juta ton, turun dibanding pada tahun lalu sebanyak 3,6 juta ton. “Kuota impor dipotong lantaran masih ada stok gula impor sekitar 1 juta ton di gudang-gudang industri,” katanya.

Guna menekan volume impor, pihaknya aktif mendorong investasi industri gula terintegrasi dengan kebun. Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku Dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.

“Investor sambut baik fasilitas ini. Total investasi sampai saat ini mencapai Rp 30 triliun yang meliputi 12 pabrik gula baru. Dua pabrik gula akan commissioning 2019-2020, serta satu pabrik gula eksisting yang sudah melakukan perluasan,” ujarnya.

Menurut dia, kebutuhan gula setiap tahunnya terus meningkat, seperti misalnya gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman (mamin) serta industri farmasi. Kebutuhan GKR angkanya naik sebesar 5-6 persen per tahun seiring tumbuhnya kedua sektor itu. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.