Dark/Light Mode

Pengamat: PP Postelsiar Atur Kerja Sama Yang Adil Dan Non Diskriminatif  

Kamis, 25 Februari 2021 19:14 WIB
Menara jaringan telekomunikasi. (Foto: Ist)
Menara jaringan telekomunikasi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar). PP Postelsiar ini merupakan langkah maju pemerintah dalam mengatur kerja sama over the top (OTT) dan Telco di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan, Indonesia paling terdepan.

Bagaimana sebenarnya beleid baru tersebut khususnya pasal 15 di mata pengamat hukum telekomunikasi? Pengamat hukum telekomunikasi dari Pusat Informasi Hukum Indonesia (PIHI), Johny Siswadi menilai PP 46 tahun 2021 tentang Postelsiar pasal 15 sudah bagus. Karena mengatur kerja sama antara penyelenggara layanan OTT dengan operator telekomunikasi di Indonesia.

Jika merujuk Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata, kesepakatan antar pihak itu bisa dilakukan secara tertulis maupun tak tertulis. Kesepakatan tertulis atau tak tertulis itu sah. Dalam konteks OTT, layanan mereka tak akan dapat diakses oleh masyarakat jika tidak terhubung dengan jaringan telekomunikasi. Jika operator telekomunikasi membuka akses ke OTT itu menunjukkan antara OTT dan perusahaan telekomunikasi telah terdapat kerja sama.

Baca juga : Pengamat Sebut Konsep Heuristika Hukum Ketua MA Jawab Tuntutan Revolusi Industri 4.0

Dikatakan Johny, pasal 15 ayat 1 dalam PP Postelsiar jika dikaitkan dengan logika KUH Perdata menggenai perjanjian, maka apa yang tertulis di PP Postelsiar menunjukkan kewajiban kerja sama tertulis antara OTT dan operator telekomunikasi. "Dalam logika hukum, kerja sama antara OTT dan Telco sekarang adalah kerja sama tak tertulis. Sehingga ketika OTT bisa mengakses jaringan telekomunikasi itu namanya kerja sama. Meski tak tertulis," paparnya dalam keterangan persnya, Kamis (25/2).

Dalam PP Postelsiar pasal 15 ayat 1 pemerintah menyatakan; pelaku usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia melakukan kerja sama usaha dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

"Kerja sama antara OTT dan Telco bersifat adil, wajar, dan non-diskriminatif. Kerja sama tersebut ditujukan untuk menjaga kualitas layanan," tegas Komisioner BRTI periode 2018-2020 ini.

Baca juga : Menteri Siti Minta Sampah Dijadikan Bahan Baku Ekonomi Di Masa Pandemi

Untuk memenuhi prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, kerja sama antara penyelenggara OTT dan penyelenggara telekomunikasi harus diformalkan secara tertulis. Ini untuk memberi kejelasan hak dan kewajiban bagi para pihak. Artinya, lanjutnya, tak adil jika porisi terbesar keuntungan didapatkan oleh penyelenggara OTT. Padahal porsi terbesar biaya dibebankan kepada penyelenggara telekomunikasi. Tidak wajar juga jika pangsa pasar pelanggan yang ingin disasar ada di wilayah Indonesia, namun konten dan layanan yang akan diakses berada di luar negeri.

"Akibatnya belanja bandwidth internasional Indonesia menjadi besar. Devisa kita terkuras di sana," terangnya.

Dijelaskannya, dari sisi kegiatan usaha, penyelenggara OTT yang diwajibkan kerja sama, adalah yang layanannya menjadi subtitusi layanan telekomunikasi, platform konten layanan audio dan atau visual, dan atau layanan lainnya yang ditetapkan oleh menteri. Penyelenggara OTT tersebut baru dikenakan kewajiban kerja sama apabila telah memenuhi ketentuan kehadiran signifikan berdasarkan persentase trafik, jumlah pengguna harian aktif di Indonesia, dan atau kriteria lainnya yang ditetapkan oleh menteri.

Baca juga : Pengamat: Tidak Ada Satu Pun Pemimpin DKI Yang Bisa Mengatasi Banjir

Di dalam PP Postelsiar juga dengan tegas mengatur pengecualian kewajiban kerja sama tersebut yaitu pelaku usaha yang merupakan pemilik dan atau pengguna akun pada kanal media sosial, kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis kanal lainnya.

"Posisi operator akan kuat untuk mengatur bandwidth sesuai pasal 15 ayat 2 dan 3 PP Postelsiar. Pasal 15 ini setidaknya dapat mengurangi beban operator telekomunikasi dalam memenuhui kebutuhan bandwidth yang besar dari OTT asing, sebab bandwidth internasional itu mahal. Ini salah satu wujud keberpihakkan pemerintah kepada operator telekomunikasi Indonesia," pungkasnya. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.